Friday, August 9, 2013

Kesaksian Enoch Wang (MUST READ TESTIMONY!!!)

Enoch Wang adalah pemimpin sebuah gerakan Kristen yang tumbuh dari ajaran Watchman Nee. Saat ini gerakan ini sudah mencapai jutaan orang percaya di seluruh Cina. Saudara Enoch telah menghabiskan 16 tahun dari 20 tahun terakhir ini di penjara demi Injil. Hanya setelah beberapa bulan memberikan wawancara ini, ia ditangkap lagi. Pemimpin penting dari gereja Cina ini berbicara tentang arti gerakan Kembali ke Yerusalem bagi diri-Nya dan ia membagikan sebuah kesaksian luar biasa yang sangat terkenal dan diteguhkan kebenarannya oleh banyak pemimpin gereja di Cina.

Saya pertama kali menjadi seorang Kristen pada tahun 1969 – yaitu saat berlangsungnya Revolusi Kebudayaan. Saat itu saya adalah seorang pimpinan Pasukan Tentara Merah Komunis. Iman saya kepada Allah pada tahun pertama itu sangat dangkal. Pada tahun 1970 saya sungguh-sungguh menjadi seorang anggota partai Komunis, sekalipun saya juga seorang pengikut Kristus! Tanpa menunggu lama, saya dipromosikan dalam posisi kepemimpinan Liga Kaum Muda Komunis, dan pada tahun 1972 saya ditugaskan untuk bekerja di sebuah pabrik senjata milik tentara pembebasan Cina. Barulah pada tahun 1973 saya menjadi serius tentang melayani Tuhan Yesus.

Pertama kali saya masuk penjara karena iman saya kepada Allah adalah dari tahun 1982 hingga 1994. Mereka tidak senang dengan kenyataan bahwa seorang Pasukan Tentara Merah yang ateis dan seorang pemimpin Liga Kaum Muda Komunis sekarang adalah seorang Pendeta Kristen! Dalam tahun-tahun itu mereka berusaha agar saya berpaling dari Tuhan, tetapi karena kasih karunia Allah mereka tidak bisa mengambil harta Allah di dalam hati saya.

Ketika saya ditangkap, putri kecil kami baru berusia tiga tahun. Adalah sangat menyakitkan dipisahkan dari istri dan anak saya, tetapi saat itu saya berharap bahwa orang-orang Kristen setempat bisa mengurus mereka saat saya tidak ada. Pihak penguasa mengetahui hal ini sehingga mereka memutuskan untuk mengawasi keluarga saya untuk mendeteksi apakah mereka memperoleh bantuan dari luar. Saya dihukum sebagai seorang penentang Revolusi dan seorang pengkhianat – sebuah kejahatan paling buruk di Cina. Siapapun yang didapati mencoba untuk menolong keluarga seorang Penentang Revolusi akan dituduh melakukan kejahatan yang sama, sehingga ketakutan akan hukuman akan membuat kawan-kawan Kristen saya tidak bisa membantu keluarga saya.

Kami tinggal di sebuah tanah pertanian, tetapi istri saya tdak tahu bagaimana menanam dan menuai padi, sehingga keluarga saya segera mengalami kelaparan dan menjalani suatu masa yang sangat sulit. Pada musim panas pertama, istri saya berusaha untuk memanen jagung di ladang kami sementara putri saya tinggal di rumah. Usianya yang baru menginjak empat tahun, ia telah belajar bagaimana memasak sehingga ia bisa membantu ibunya! Ia bahkan telah belajar bagaimana menyalakan api dan menanak air untuk memasak mi, atau masakan sederhana lainnya.

Tekanan terhadap putri kecil kami begitu besar. Tidak ada seorang anakpun yang seharusnya menghadapi kehidupan seperti yang harus ia jalani, tetapi Tuhan membantu mereka dan saat ini putri saya adalah seorang wanita muda yang cantik dan melayani Tuhan dengan sepenuh hatinya.

Setelah saya dipindahkan ke sebuah kamp kerja paksa di sebuah wilayah lain dari provinsi kami, istri dan putrid saya juga pindah ke kota itu agar mereka bisa terus-menerus menjenguk saya. Selama bertahun-tahun, istri saya yang tercinta membesarkan putrid saya sendirian, tanpa dukungan dari sesama orang Kristen, tanpa suami dan tanpa uang. Kadang-kadang mereka harus mengais-ngais tong sampah untuk mencari remah makanan yang bisa mereka makan atau menemukan beberapa barang yang bisa mereka jual di pasar demi beberapa sen uang. Di saat lain, beberapa kali mereka terpaksa mengemis. Dalam sebuah kesempatan, ketika ia berada di titik terendahnya, Allah memberinya penglihatan akan Surga yang mendorong imannya dan membantunya untuk terus melangkah.

Banyak orang di seluruh dunia mendoakan para pendeta di Cina saat mereka dipenjarakan, dan kami berterimakasih untuk dukungan ini. Akan tetapi, perlu diingat juga untuk mendoakan keluarga para pendeta itu, karena penderitaan mereka seringkali lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang ada di dalam penjara. Lagipula, setidaknya saya memperoleh jatah makan setiap hari walau hanya makanan berkualitas rendah.

Kunjungan dari keluarga saya merupakan pengalaman yang pahit-manis. Mereka tidak pernah mengeluh atas kehidupan mereka, tetapi tubuh kurus kurang gizi mereka mengungkapkan pergulatan mereka yang berat. Saya rindu menemui mereka dan merasa dikuatkan saat mereka datang. Tetapi penderitaan karena mengetahui apa yang sedang mereka alami adalah penganiayaan terburuk yang bisa ditimpakan pihak penguasa kepada saya.

Putri saya tidak bisa bersekolah karena kami tidak memiliki uang untuk sekadar membeli buku atau seragam sekolah. Selain itu anak-anak kaum “kontrarevolusi” diejek dan dilecehkan oleh para guru dan murid-murid lainnya. Saat saya dibebaskan dari penjara, orang-orang percaya di gereja berkumpul dan memutuskan untuk menyekolahkan putri saya ke universitas untuk mengejar ketertinggalan dari tahun-tahun dimana ia harus kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Tuhan telah menolongnya dan tahun ini ia lulus.

Ketika saya akhirnya dibebaskan pada tahun 1994, saya pikir kami akan mengalami pertemuan kembali yang menggembirakan, tetapi saya tidak sepenuhnya menyadari apa yang telah istri dan putri saya alami selama tahun-tahun tersebut. Begitu banyak emosi dan penderitaan yang telah menumpuk selama 13 tahun tertumpah seperti banjir. Saya dan istri saya harus kembali memulai membangun hubungan kami dari awal. Hanya karena kemurahan kasih karunia Tuhan Yesus kami bisa mengalami kemajuan. Sekarang segala sesuatunya telah menjadi baik dan saya sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah memberi saya seorang pasangan yang luar biasa. Tanpa istri saya, saya tidak bisa apa-apa! Tuhan selalu baik bagi kami.

Saat saya masuk penjara, saya beranggapan bahwa gereja saya benar-benar secara doktrin dan praktek, dan bahwa kelompok gereja lain di Cina melakukan kesalahan serius. Karena itu, pada tahun-tahun awal saya kurang atau tidak memiliki hubungan dengan tubuh Kristus lainnya di Cina, karena keyakinan bahwa saya melayani Allah dengan menghindari berhubungan dengan mereka. Barulah setelah saya dibebaskan dari penjara saya belajar untuk memiliki hati Allah bagi seluruh anak-anakNya.

Pada tahun 1997, saat kehidupan keluarga kami semakin mapan, saya ditangkap lagi dan menghabiskan tiga tahun lagi dipenjara. Hal yang sama terjadi saat Brother Yun dan Xu ditangkap, maupun banyak pemimpin gereja rumah lainnya. Saya sedang di dalam penjara ketika Allah secara ajaib memungkinkan Yun bisa meloloskan diri dari penjara, meskipun kakinya telah dipukuli habis-habisan sehingga ia dikenal sebagai “si pincang”. Allah secara adikodrati membuka pintu bagi Yun untuk melarikan diri. Saya adalah saksi dari kenyataan bahwa “apabila Ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada yang dapat membuka” (Wahyu 3:7). Saya ingin membagikan suatu bagian dari kesaksian saya yang langsung terkait dengan visi Kembali ke Yerusalem.

Pada tahun 1995, saya dan istri saya memiliki seorang putri lagi. Saya berusia 45 tahun dan tidak berharap menjadi ayah lagi. Alkitab berkata, “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah.” (Mazmur 127:3). Kami sangat senang.

Pada Hari Tahun Baru 1997, sebuah pertemuan gabungan diadakan oleh Brother Yun di dekat kota tempat tinggal saya. Para pemimpin dari berbagai jaringan gereja rumah diundang untuk hadir agar kami bisa bersekutu satu dengan yang lain, berdoa bersama, dan meruntuhkan tembok pemisah yang ada diantara berbagai kelompok gereja yang berlainan. Saya sangat ingin hadir karena Tuhan telah menunjukkan kepada saya bahwa kesatuan di dalam gerakan gereja rumah adalah sangat penting jika kami ingin memajukan Injil sebagaimana yang dikehendaki Tuhan. Sebelum kami saling mengampuni dan melakukan rekonsiliasi, saya yakin bahwa Allah tidak akan pernah sepenuhnya memberkati pekerjaan kami.

Pada saat itu keluarga saya sedang dicari polisi. Kami tinggal di lantai empat sebuah apartemen yang masih dalam proses pembangunan. Kami tidak bisa memperoleh tempat tinggal yang wajar karena untuk melakukannya kami harus mendaftar pada penguasa setempat, yang tentu saja akan segera membuat kami tertangkap.

Di pagi hari ketika saya harus berangkat ke pertemuan gabungan itu, saya sedang berbicara di telepon saat saya mendengar teriakan. Istri saya lari memasuki ruangan sambil berteriak histeris. Putri tertua saya, yang berusia 18 tahun, tengah menggendong adiknya, yang saat itu berusia 15 bulan, diatas balkon sambil melihat ke jalan. Entah bagaimana bayi kami terlepas dari gendongannya. Ia jatuh dari lantai empat dengan kepala lebih dahulu mendarat diatas setumpuk batu bata yang ada di jalan.

Istri saya menggendong putri kecil kami sambil menangis. Ia berkata,”Cepat, kita harus membawanya ke rumah sakit segera!” Saya segera bisa melihat bahwa bayi itu sudah meninggal dunia. Kepalanya terbentur dan sebagian dari lapisan otaknya keluar melalui bagian depan tengkoraknya yang retak.

Saya berkata, “Tidak ada gunanya pergi ke rumah sakit. Ia sudah meninggal dunia. Tidak ada apapun yang bisa dilakukan oleh rumah sakit untuk memperbaiki kondisinya.” Sebuah gejolak emosi menguasai saya. Di satu sisi saya tahu bahwa ia sudah meninggal dunia, sehingga tidak perlu pergi ke rumah sakit. Saya juga tahu bahwa jika kami pergi ke rumah sakit pihak berwenang akan segera mengetahui bahwa kami bukan penduduk yang terdaftar, dan saya akan segera ditangkap dan dikirim kembali ke penjara, kemungkinan besar dengan tuduhan membunuh bayi saya sendiri. Kami akan mendapat masalah karena tinggal secara illegal di sebuah bangunan yang belum selesai, dan keluarga yang telah mengijinkan kami tinggal disana juga akan mendapatkan kesulitan.

Saya juga merasa bahwa insiden ini merupakan serangan langsung dari setan yang bermaksud untuk mengalihkan perhatian saya dan menghalangi saya dan rekan-rekan kerja saya yang akan menghadiri pertemuan gabungan yang penting itu. Setan tidak senang ketika umat Allah berkumpul bersama untuk meruntuhkan tembok-tembok pemisah diantara mereka. Iblis selama bertahun-tahun secara diam-diam mendirikan tembok-tembok pemisah berupa sikap tidak mengampuni, kesalahpahaman, dan prasangka. Saya saat itu tidak terkejut bahwa iblis akan melakukan apapun untuk menghalangi pertemuan itu berlangsung.

Saya pun berlutut dan berdoa. Saya dalam keadaan marah, terguncang dan berduka pada saat yang bersamaan. Saya berkata, “Tuhan jika ini adalah kehendakMu bagi gereja di Cina untuk bersatu, maka aku berdoa kepadaMu agar Engkau menghidupkan kembali putriku. Aku berdoa agar hari ini Engkau mengembalikan napas kehidupan ke dalam tubuhnya, besok Engkau akan membuatnya berbicara, dan lusa ia akan kembali bisa berjalan. Tetapi, jika bukan kehendakMu bagi gereja di Cina untuk bersatu, maka aku akan bersembunyi dan tidak akan pernah lagi memberitakan Injil-Mu.” Tentu saja saya akan selalu mempercayai Tuhan, tetapi saya hanya akan menarik diri dari garis depan dan memutuskan untuk menjalani kehidupan yang damai dan tenang.

Sebagian orang Kristen mungkin akan berkata, saya tidak mempunyai hak untuk berbicara kepada Allah seperti itu, tetapi Anda perlu memahami bahwa saya sedang dalam keadaan terguncang dan marah dan saya tahu bahwa kecelakaan ini adalah sebuah tindakan Iblis yang sengaja dirancang untuk menghalangi saya datang ke pertemuan gabungan itu.

Istri saya terus memeluk bayi itu dan menggendong tubuh tanpa nyawa itu. Putri cantik kami telah berhenti bernapas, jantungnya berhenti berdenyut, dan wajahnya pucat.

Pertemuan it akan dimulai pada malam itu di sebuah lokasi sekitar 20 mil jauhnya dari rumah kami. Saya memutuskan untuk mengesampingkan rasa duka saya dan tetap datang ke pertemuan itu sebagai tanda sikap tidak tunduk kepada setan dan sebagai sebuah tindakan iman kepada Allah. Saya juga memutuskan untuk tidak menangis, sekalipun saya sangat berduka di dalam hati saya. Saya ingin menunjukkan kepada iblis bahwa ia tidak akan pernah bisa mengintimidasi atau menghentikan saya.

Di akhir sore itu, saya meninggalkan rumah saya menuju ke pertemuan itu, dibungkus pakaian hangat untuk menghadapi dinginnya udara musim dingin. Saat saya meninggalkan rumah istri saya masih menggendong bayi itu sambil menangis. Bagian otak yang keluar masih terlihat, mengalir keluar dari retakan tulang tengkoraknya. Putri tertua saya hancur hatinya, menyalahkan dirinya karena telah menjatuhkan adiknya dari balkon.

Ketika saya sampai di pertemuan, Brother Yun telah mulai berbicara. Saya dan rekan-rekan pelayanan saya mengambil tempat duduk kami dan tidak memberi tahu siapapun tentang apa yang telah terjadi. Selama makan malam, kami memutuskan untuk tidak makan. Sebaliknya, kami berpuasa dan berdoa bersama-sama di ruang pertemuan, tetapi saya masih belum mau menceritakan apa yang telah terjadi kepada orang lain. Saya terus mengingatkan Tuhan betapa putri kecil kami adalah berkat yang luar biasa, dan betapa kelahirannya telah mendatangan sukacita bagi saya di usia saya yang ke-45 tahun. Saya menguji hati saya untuk melihat apakah hal ini terjadi karena ada dosa di dalam kehidupan saya.

Saya berkata kepada Tuhan, jika hal ini terjadi karena saya telah melukai hati-Nya maka saya tidak mempunyai alas an mengeluh. “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayub 2:10, 1:21).

Setelah pertemuan hari pertama itu ditutup, saya tahu keluarga saya membutuhkan saya sehingga saya segera kembali ke rumah dimana saya mendapati istri dan putri saya masih menangis. Mata mereka merah dan bengkak. Istri saya masih menggendong bayi tak bernyawa itu dengan tangannya. Saya membungkuk maju dan mendoakan bayi saya di dalam nama Yesus Kristus. Tiba-tiba saya mendengar seperti suara embusan nafas lemah dari dalam mulutnya, seperti bunyi sendawa kecil. Saya sadar bahwa ia pasti bernafas dan saya, “Terpujilah Tuhan!” Kami berempat tidur di ruang yang sama, tetapi malam itu tak satupun dari kami yang tidur. Karena emosi kami sudah kering, kami hanya duduk disana berdoa secara perlahan. Pada pukul lima pagi, saya bangun dan kembali ke pertemuan gabungan itu dan menghabiskan seluruh hari dengan berdoa dan berdiskusi dengan sesame pemimpin gereja rumah lainnya, yang masih tidak tahu apa yang telah terjadi. Pada pukul sepuluh malam, pertemuan itu berakhir dan saya kembali pulang ke rumah.

Ketika saya memasuki pintu rumah kami, saya menemukan suasana yang berbeda. Putus asa telah berganti dengan sukacita. Istri saya menyusui putri kecil kami. Ia telah bernapas dengan baik, pipinya telah kembali memerah, dan ia lapar! Allah secara ajaib telah menyembuhkan tengkoraknya, dan kulit telah membungkus bagian otaknya yang tadi terlihat. Tidak ada bantuan medis yang telah diberikan kepadanya, kecuali dari Dokter Terbesar, Yesus. Yang tersisa hanyalah luka kecil di tengah dahinya.

Terlepas dari perbaikan yang nyata ini, ia masih jauh dari normal. Ia tidak bisa berjalan atau bergerak, matanya tertutup, dan ia hanya terbaring disana tidak bergerak kecuali bernapas dan menyusu.

Saya memanggil namanya, “Sheng Ling”, yang berarti “berkat rohani”. Ketika ia mendengar suara saya, ia berhenti minum susu dan sebuah suara kecil keluar dari mulutnya, seolah-olah ia memberi salam kepada saya. Malam itu saya bisa tidur dengan tenang, karena tahu bahwa Tuhan sedang melakukan sebuah keajaiban besar.

Keesokan paginya, saya kembali bangun awal dan menuju pertemuan di hari ketiga. Ada banyak pertobatan dan pengakuan dosa dari para pemimpin dari berbagai kelompok gereja. Kami mendengar berjam-jam kesaksian tentang bagaimana Allah sedang bekerja di setiap jaringan gereja rumah, dan kami semua menyadari bahwa Tuhan menyertai kelompok gereja lainnya sebagaimana Ia beserta dengan kami. Tahun-tahun kepahitan dan perpecahan runtuh dibawah kaki salib. Air mata mengalir saat kami saling berangkulan dan saling menerima sebagai saudara sejati di dalam Kristus. Iblis tentu sangat marah bahwa kami berkumpul bersama sebagai umat Allah yang bersatu. Ia ingin agar kami terus bekerja secara terpisah, dilemahkan oleh dinding-dinding pemisah. Keinginan Yesus adalah agar anak-anak-Nya berjalan bersama-sama. Dia berdoa dalam Yohanes 17:22-23,

"Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. "

Saya yakin bahwa tanpa pertemuan itu, dan pertemuan lainnnya seperti ini, tidak aka nada kesatuan diantara berbagai ranting yang berlainan dari gereja rumah di Cina saat ini. Dalam kondisi kami sebelumnya yang tercerai berai, tidak mungkin kami akan memiliki kemungkinan untuk menaati panggilan Allah untuk membawa Injil melalui Negara-negara yang belum mengenal Allah kembali ke Yerusalem.

Ketika saya kembali ke rumah pada malam itu, istri saya masih menyusui putri saya. Saya mengulurkan lengan saya dan berkata, “Sheng Ling, mari ayah gendong kamu.” Ia mengambil satu langkah ke arah saya dan limbung, tetapi kami semua gembira karena ia telah mengambil langkah pertamanya, hanya dua hari setelah ia meninggal dunia dengan otak keluar dari tengkoraknya yang retak. Saya mulai menangis dalam sukacita.

Pada malam ketiga inilah saya menceritakan kepada keluarga saya apa yang telah saya doakan ketika Sheng Ling jatuh dari jendela. Saya berkata kepada mereka, “Ketika kamu pertama kali mengambil tubuhnya dari jalan, saya berlutut dan berkata kepada Allah, “Aku berdoa agar Engkau mengembalikan nyawanya kedalam tubuhnya, besok Engkau akan membuatnya berbicara, dan lusa ia akan bisa berjalan.”

Ketika mereka mendengar hal ini, mereka sangat bersukacita, karena mengetahui bahwa Allah telah melakukan suatu keajaiban yang besar.

Pada pagi keempat, saya pergi ke pertemuan dengan sukacita yang sangat besar di dalam hati saya. Akan tetapi, antusiasme saya mendadak surut ketika sejumlah pemimpin gereja rumah mengacungkan telunjuknya kepada saya dan berkata, “Mereka yang menghadiri pertemuan ini diharapkan untuk tinggal disini. Komitmen untuk bersatu seperti apakah yang Anda miliki jika untuk tetap bersama dengan kami pun Anda tidak bisa, sebaliknya setiap malam Anda justru tergesa-gesa pulang ke rumah begitu pertemuan berakhir?” Saya memang belum menceritakan apapun kepada pemimpin lainnya dalam pertemuan itu, sehingga mereka tidak tahu apa yang tengah terjadi dalam hidup saya.

Dalam sesi terakhir dari pertemuan itu, Brother Yun dijadwalkan untuk berbicara, kemudian para pemimpin bermaksud untuk berdoa bersama sekali lagi sebelum setiap orang kembali ke rumahnya masing-masing. Ketika ia tengah berbicara, putrid tertua saya memasuki ruangan dan dengan girang mulai membisikkan sesuatu ke telinga saya. Ia buru-buru datang ke tempat pertemuan itu untuk memberi tahu saya bahwa adiknya sekarang telah berjalan dan berbicara dengan normal! Pada tahap itulah saya merasa harus berdiri. Saya berkata kepada setiap orang, “Saya tahu sekarang bahwa adalah kehendak Tuhan bagi gereja di Cina untuk bersatu!” Di hadapan lebih dari seratus orang pemimpin, saya memberikan kesaksian tentang apa yang telah terjadi pada putri kecil saya. Setiap orang memuji Tuhan. Mereka yang menegur saya karena selalu pulang setiap malam menemui saya dan meminta maaf.

Tuhan bukan hanya menyembuhkan Sheng ling dari kecelakaan itu, melainkan ia juga telah memberkatinya dengan cara yang sangat istimewa. Ia sekarang berusia delapan tahun dan sangat cerdas sehingga di sekolah ia melompat setahun lebih awal dari teman-teman sekelasnya! Ia tidak mengalami dampak kerusakan jangka panjang sebagai akibat kecelakaan yang dialaminya. Yang tersisa hanyalah tanda luka kecil di dahinya. Tampaknya Tuhan memang meninggalkan luka kecil itu untuk mengingatkan kami akan betapa besar kuasa dan kasih karuniaNya.

Anda semua silakan datang dan mengunjungi kami kapanpun! Anda akan melihat bahwa Sheng ling sekarang adalah seorang gadis kecil yang energik dan cerdas, yang mengasihi Tuhan dengan segenap hatinya. Namanya yang bermakna “berkat rohani” sangat cocok untuknya.

Tuhan pertama kali berbicara kepada saya tentang membawa Injil kembali ke Yerusalem pada tahun 1979. Sejak itu, visi ini telah semakin menjadi tujuan saya dalam melayani Tuhan. Ini adalah perintah yang saya terima dari Tuhan, panggilanNya kepada saya.

• Doakan agar gereja di Cina mengenal kehendak Allah sehingga kami akan mempersembahkan diri kami kepada Allah tanpa mendua hati dan ragu-ragu. Doakan agar semakin banyak orang percaya di Cina yang memiliki beban untuk membawa Injil kembali ke Yerusalem.

• Doakan agar kami mampu bekerja sama dengan sesama orang percaya dari seluruh dunia sehingga kita bisa menyelesaikan Amanat Agung bersama-sama. Ketika semua bangsa telah menerima kesaksian Injil, akhir zaman akan datang.

No comments:

Post a Comment