Thursday, October 3, 2013

BAGAIMANA DENGAN ANAK KECIL DAN ANAK MUDA KITA?

Dalam gereja modern, kita sudah terbiasa dengan adanya program Sekolah Minggu dan Ibadah kaum Muda. Dimana orangtua mempercayakan pertumbuhan iman anak dan remaja mereka pada orang lain. Hingga terkadang bila anak atau remaja mereka nakal yang disalahkan adalah guru sekolah minggu-nya atau ketua remaja & pemuda-nya, yang tidak becus menanamkan kebenaran dalam diri putra putri mereka. Benarkah itu tanggungjawab guru sekolah minggu dan ketua remaja-pemuda?

Dalam Ulangan 6:6-9 “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”

Orangtua memiliki tanggungjawab memperkenalkan Tuhan pada anak-anaknya dan memastikan bertumbuh di dalam Dia. Ingat kita sebagai orangtua-lah yang bertanggungjawab langsung kepada Tuhan, jadi kita harus berhenti menyalahkan orang lain bila anak kita “nakal”.

Teladan kita adalah Tuhan Yesus, Ia tak pernah menolak anak-anak kecil dalam pertemuanNya. Saat Ia memberi makan lima ribu orang disitu hadir pula wanita dan anak-anak (Matius 14:21). Begitu pula kala Ia memberi makan empat ribu pria dewasa, disitu juga hadir wanita dan anak-anak (Matius 15:38). Para rasul pun dalam Kisah Para Rasul 21:5b,” Murid-murid semua dengan isteri dan anak-anak mereka mengantar kami sampai ke luar kota; dan di tepi pantai kami berlutut dan berdoa.”

Dalam jemaat mula-mula tidak ada pemisahan program, semua terlibat dalam satu kesatuan. Tidak diketemukan ayat dimana sebelum berkhotbah atau mengajar Tuhan Yesus meminta anak-anak dipindahkan agar tidak mengusik orasinya. Bahkan kita tahu anak-anak merasa aman dan nyaman berada di dekat Tuhan Yesus. Dalam Matius 18:1-5, “Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”

Banyak sekali orangtua yang merasa serba salah bila saat kebaktian tiba-tiba anak mereka rewel. Apalagi semua pandangan tak senang ditujukan pada pasangan tersebut. Saya dulu pun “pendeta” yang tidak suka anak kecil mengganggu alur khotbah yang sedang saya coba bangun. Sangat mengganggu sekali ketika seorang anak kecil ribut di tengah penyampaian khotbah hingga kadang mengakibatkan saya lupa khotbahnya sudah sampai dimana. Tetapi lalu saya menyadari dan bertobat, ketika anak ribut di tengah ibadah dapatkah saya menguasai diri dan tetap tenang? Apakah karakter Kristus yang tampak atau karakter boss yang tidak suka perkataannya dipotong? Bila Tuhan Yesus tidak pernah terganggu dengan kehadiran anak-anak, mengapa saya merasa terganggu?

Tidak diketemukan satu ayatpun yang berbicara mengenai pelayanan sekolah minggu atau pun ibadah remaja-pemuda. Tidak diketemukan ayat yang berbicara mengenai pelayanan atau karunia mengajar anak-anak dan remaja-pemuda. Tidak ada jabatan guru sekolah minggu atau ketua pemuda atau gembala kaum muda.

Anak membutuhkan teladan dan bimbingan dari orangtuanya dalam hal kerohanian. Program sekolah minggu itu baik (it’s a good idea) tetapi sesuatu yang baik belum tentu rencana Tuhan yang sempurna (God’s idea). Tahukah Anda bahwa Axel Rose, vokalis grup rock Guns and Roses, merupakan murid teladan di Sekolah Minggu yang dapat menghafalkan banyak ayat? Atau tahukah anda bahwa Marylin Mason, vokalis grup rock Marylin Mason, merupakan murid Sekolah Minggu yang “terluka” oleh sikap gurunya yang sering merendahkan dan mengejeknya? Hingga akhirnya menjadi seorang penyanyi dan penulis lagu yang menentang kekristenan, ia kini menjadi seorang satanist (penyembah Setan). Sebastian Bach, vokalis grup Skid Row, merupakan anak dari keluarga Pentakosta yang taat tetapi akhirnya menjadi pemberontak sebab dibesarkan untuk mengikuti aturan-aturan agama yang ketat tanpa ada kasih. Bagaimana dengan anak pendeta? Inban Caldwell merupakan anak seorang pendeta gereja Anglikan di Singapura, beliau bercerita bagaimana beliau pernah terluka oleh disiplin sang ayah yang mewajibkan anak-anaknya patuh terhadap aturan agama. Hingga saat remaja beliau pun menjadi “pemberontak” dan dianggap mencoreng reputasi sang ayah. Sampai Inban Caldwell bertemu Tuhan Yesus secara pribadi, dan perisitiwa itulah yang mengubah kehidupannya....bukan program agama. Program agama tidak dapat membuat anak-anak kita takut akan Tuhan mereka butuh kasih, perhatian, bimbingan dan teladan dari orangtua. Program anak mungkin memberikan banyak informasi Alkitab tetapi belum tentu merubah karakter anak.

Bila kita hendak mempraktekkan pola ibadah jemaat mula-mula, maka kita harus menyadari bahwa kita harus membangun hubungan yang akrab diantara orang dewasa maupun anak-anak kita. Dimana bila rasa persaudaraan terbangun kuat dan terbuka, kita dapat merasa aman satu dengan yang lain. Kita harus memupuk rasa kasih sayang bukan saja bagi saudara-saudara kita yang telah dewasa tetapi juga menerima anak mereka seperti anak kita sendiri.

Anak-anak dapat terlibat secara proaktif dalam pertemuan ibadah kita. Bukan hanya orangtua yang dapat memainkan musik atau mengajak menaikkan lagu pujian! Anak-anak pun dapat bermain musik dan mengajak bernyanyi memuji Tuhan. Mereka dapat bersaksi, membaca ayat firman Tuhan, dan lain-lain. Kreativitas pun dapat kita kembangkan dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita, bila orang dewasa merasa bosan dapat dipastikan hal itu pun membosankan bagi anak-anak dan remaja kita. Kita tetap saja dapat menampilkan acara yang menarik bagi anak-anak maupun remaja kita umpamanya para orangtua memainkan panggung boneka, atau menyampaikan firman Tuhan dengan kostum tertentu, atau menonton video yang memiliki nilai kebenaran.

Pertemuan dari rumah ke rumah pun mengajarkan pada kita untuk menerapkan etika dan sopan santun. Menghargai rumah saudara kita dengan menjaga harta miliknya dan menghargai aturan dalam rumahtangga tersebut.

Dalam kebersamaan beribadah seharusnya membuat anak merasa aman bersama orangtuanya dan tidak merasa jadi warga kelas dua di ruangan lain atau lebih parah merasa disisihkan. Anak itu masih kecil ia belum dapat mengungkapkan perasaannya secara utuh. Diamnya seorang anak bukan berarti dia baik-baik saja dapat saja ia mengalami trauma.

Suatu hari saya bertanya kepada Wolfgang Simson melalui email mengenai bagaimana menangani anak-anak yang ribut? Jawabannya adalah,”Masalah itu adalah baik bagi para orang dewasa, apakah buah roh kesabaran dan penguasaan diri sudah matang atau belum dalam diri kita. Bukan masalah keributannya tetapi bagaimana cara kita menangani anak-anak kita dengan benar.” Sumber: Klik disini
Baca SelengkapnyaBAGAIMANA DENGAN ANAK KECIL DAN ANAK MUDA KITA?