Monday, May 19, 2014

#5: Pertumbuhan Gereja (Church Growth)

Anda seorang pendeta dan tentu ingin agar gereja anda bertumbuh. Wajarlah bila setiap pendeta memiliki keinginan tersebut. Tetapi, mengapa anda ingin gereja anda bertumbuh? Apa alasan yang ada di hati terdalam anda? Apakah anda menghendaki gereja anda bertumbuh hingga berhasil? Apakah anda ingin dihormati dan merasa memiliki pengaruh? Apakah anda bersedia menyerahkan kekuasaan kepada orang lain? Apakah anda mengharapkan kekayaan? Semua alasan ini keliru bila anda menginginkan agar gereja anda bertumbuh.

Alasan yang tepat untuk mengharapkan pertumbuhan gereja adalah bila anda ingin gereja anda bertumbuh agar Allah dapat dimuliakan ketika semakin banyak orang yang diubahkan oleh Roh Kudus. Tentu kita bisa saja membodohi diri sendiri, dengan menganggap setiap motif kita murni ketika ternyata motif itu sebenarnya hanya untuk kepentingan kita sendiri. Bagaimana mengetahui motif yang benar? Bagaimana mengetahui bila kita benar-benar ingin mengembangkan Kerajaan Allah atau hanya membangun kerajaan kita sendiri? Caranya adalah pantaulah reaksi di dalam diri terhadap keberhasilan pendeta-pendeta lain. Bila kita anggap motif kita murni, kita tulus menginginkan Kerajaan Allah dan gerejaNya bertumbuh. Namun, bila ada iri-hati atau kecemburuan di dalam hati ketika kita mendengar pertumbuhan gereja lain, maka terungkaplah bahwa motif kita kurang murni. Tampaknya kita tak begitu tertarik pada pertumbuhan gereja itu, tetapi pada pertumbuhan gereja kita. Mengapa demikian? Karena sebagian motif kita yakni mementingkan diri kita.

Kita bisa juga periksa motif kita dengan memantau reaksi dalam diri kita ketika mendengar sebuah gereja baru yang mulai beroperasi di daerah kita. Bila kita merasa terancam, itu tanda kita lebih peduli kepada kerajaan kita daripada Kerajaan Allah. Bahkan pendeta di gereja besar atau gereja yang sedang bertumbuh dapat memeriksa motifnya dengan cara sama. Pendeta itu dapat bertanya pada diri sendiri, seperti, “Apakah saya memperhatikan perintisan gereja-gereja baru dengan mengirim dan mengutus pemimpin dan orang-orang dari jemaat saya, sehingga mengurangi jumlah jemaat saya?” Seorang pendeta yang sangat menentang ide tersebut mungkin saja tengah membangun gerejanya untuk kemuliaannya sendiri. (Di lain pihak, pendeta di gereja besar dapat merintis gereja baru untuk kemuliaannya juga, sehingga ia dapat membual dengan berkata betapa banyak gereja yang telah lahir dari gerejanya sendiri). Kita juga dapat bertanya, “Apakah saya berteman dengan pendeta-pendeta yang melayani gereja-gereja kecil atau apakah saya menjaga jarak dengan mereka, merasa diri lebih tinggi dari mereka?” Atau, “Apakah saya bersedia melayani hanya duabelas sampai duapuluh orang di sebuah gereja rumah, atau apakah keadaannya jadi terlalu sulit dengan ego saya?"



Gerakan Pertumbuhan Gereja (The Church Growth Movement)

Di toko-toko buku Kristen di seluruh Amerika dan Canada, sering ada rak-rak khusus untuk buku-buku mengenai pertumbuhan gereja. Buku-buku itu dan konsep-konsep yang ada di dalamnya telah tersebar ke seluruh dunia. Para pendeta ingin sekali mempelajari cara meningkatkan jumlah kehadiran jemaat di gerejanya, dan mereka seringkali buru-buru menerapkan saran dari para pendeta gereja besar di Amerika yang dianggap berhasil oleh karena ukuran bangunan gerejanya dan jumlah orang yang beribadah di hari Minggu. Tetapi, para pendeta yang cepat paham, menyadari bahwa jumlah orang yang hadir dan ukuran bangunan tidak secara langsung menjadi indikasi kualitas pemuridan.

Beberapa gereja di Amerika bertumbuh karena doktrin-doktrin menarik yang merupakan pemalsuan kebenaran Alkitabiah. Saya telah berbicara kepada banyak pendeta di seluruh dunia yang merasa terkejut dengan banyaknya pendeta di Amerika yang percaya dan menyebarluaskan bahwa sekali seorang diselamatkan, ia tak dapat kehilangan keselamatannya, tak peduli apa keyakinannya atau bagaimana ia hidup. Demikian juga, banyak pendeta di Amerika menyatakan Injil kasih karunia yang dialirkan dengan cuma-cuma, sehingga membuat orang-orang menganggap mereka dapat ke sorga tanpa kesucian. Beberapa orang menyebarkan injil kemakmuran, yang memuaskan ketamakan mereka yang agamanya adalah mendapatkan lebih banyak harta yang dapat dikumpulkannya di bumi. Para pendeta itu memakai teknik-teknik pertumbuhan gereja mereka yang tidak patut ditiru.

Saya telah membaca buku-buku tentang pertumbuhan gereja, dan perasaan sayacampur-aduk tentang buku-buku itu. Banyak buku berisikan strategi dan saran yang cukup berdasarkan Alkitab, sehingga layak untuk dibaca. Namun, hampir semua buku didasarkan pada model gereja lembaga yang telah berusia 1700 tahun, bukan pada model gereja yang Alkitabiah. Jadi, fokusnya bukan pada pengembangan tubuh Kristus melalui peningkatan jumlah murid dan pemurid, tetapi pada pengembangan gereja-gereja lembaga, yang selalu memerlukan gedung lebih besar, lebih banyak staf gereja dan program-program, dan struktur yang lebih mirip sebuah usaha bisnis bukannya mirip sebuah keluarga.

Beberapa strategi pertumbuhan-gereja tampak mengesankan bahwa, demi mendapatkan jumlah anggota, ibadah-ibadah gereja dibuat lebih menarik bagi orang-orang yang tak ingin mengikuti Yesus. Mereka menyarankan penyampaian khotbah yang pendek dan positif, penyembahan tanpa ekspresi, banyak kegiatan sosial, sehingga uang tak pernah disebutkan, dan seterusnya. Kegiatan-kegiatan itu tak akan menghasilkan pemuridan bagi orang yang menyangkal dirinya sendiri dan menaati semua perintah Kristus. Justru ini akan membuat orang yang mengaku Kristen menjadi sama dengan dunia ini dan yang berada di jalan lebar menuju ke neraka. Cara itu bukanlah strategi Allah untuk memenangkan dunia, namun strategi Setan untuk memenangkan gereja. Maka, pertumbuhan itu bukanlah ”pertumbuhan gereja” tetapi “pertumbuhan dunia.”



Model yang Peka-Pencari (The Seeker-Sensitive Model)

Strategi pertumbuhan-gereja yang paling populer di Amerika sering disebut sebagai model yang “peka-pencari”. Dalam strategi ini, ibadah Minggu pagi didesain agar (1) orang Kristen merasa senang, dan mengundang teman-temannya yang belum selamat, dan (2) orang yang belum selamat mendengar Injil dengan cara-cara yang tidak menyerang orang itu sehingga ia dapat berhubungan dan mendapat pemahaman. Ibadah tengah minggu dan kelompok kecil khusus untuk mendisiplinkan orang-orang percaya. Dengan cara itu, beberapa gereja berkembang besar. Di antara gereja-gereja lembaga di Amerika, gereja-gereja yang berkembang itu mendapat peluang terbesar untuk melakukan penginjilan dan pemuridan, selama orang-orang dilibatkan dalam kelompok kecil (seringkali mereka tidak dilibatkan) dan dimuridkan di tempat itu dan selama Injil tidak dikompromikan (ternyata, selalu dikompromikan ketika tujuannya tak lagi menyerang sifat keangkuhan manusia). Paling tidak, gereja-gereja yang peka-pencari telah melaksanakan strategi untuk menjangkau orang yang belum selamat, suatu hal yang tak dimiliki oleh sebagian besar gereja-gereja lembaga. Bagaimana model yang “peka-pencari” di Amerika dibandingkan dengan model Alkitabiah untuk pertumbuhan gereja?

Dalam kitab Kisah Para Rasul, para rasul dan penginjil yang dipanggil Tuhan mengabarkan Injil di hadapan banyak orang dan dari rumah ke rumah, disertai dengan tanda-tanda mujizat yang menarik perhatian orang-orang tidak percaya. Mereka yang bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus tunduk pada pengajaran para rasul, dan secara teratur bersekutu di rumah-rumah untuk belajar Firman Tuhan, melakukan karunia-karunia roh, merayakan Perjamuan Tuhan, berdoa bersama, dan seterusnya, semuanya dilakukan dengan pimpinan penatua/pendeta/penilik. Guru dan nabi yang dipanggil Tuhan berkeliling mengunjungi gereja-gereja. Setiap orang berbagi Injil dengan para teman dan tetangga. Tak ada gedung yang akan dibangun yang kelak menghambat pertumbuhan gereja dan memboroskan sumber-sumber yang ada di dalam Kerajaan Allah yang mendukung penyebaran Injil dan melakukan pemuridan. Di saat bertugas, para pemimpin dengan cepat dididik, bukannya dikirim ke seminari atau sekolah Alkitab.

Semua itu membuat pertumbuhan gereja sangat cepat selama waktu tertentu, sampai semua orang yang mau menerima Injil dapat dijangkau di wilayah tertentu. Bila diperbandingkan, model yang peka-pencari biasanya tak memiliki tanda-tanda mujizat, sehingga model ini tak memiliki cara ilahi melalui iklan, daya-tarik dan kata-kata yang meyakinkan. Model ini bergantung pada cara-cara pemasaran dan iklan untuk menarik orang-orang datang ke gedung untuk dapat mendengarkan pesan. Keahlian berpidato dan kekuatan persuasi si pengkhotbah menjadi cara utama untuk memberi keyakinan. Cara itu berbeda dengan metode Paulus, seperti dituliskannya, “Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.” (1 Korintus 2:4-5).



Perbedaan Lagi (More Differences)

Pada umumnya, model yang peka-pencari tidak melibatkan rasul dan penginjil, karena figur utamanya adalah si pendeta. Pertanyaannya ”Apakah cara utama dalam memperoleh pertumbuhan gereja adalah mengeluarkan rasul dan penginjil dari peran mereka dalam penginjilan dan memberikan tanggung-jawab itu kepada pendeta?” Pendeta yang peka-pencari berkhotbah sekali seminggu pada ibadah hari Minggu di mana orang-orang Kristen diajak untuk membawa orang-orang yang belum selamat. Sehingga dapat dikatakan bahwa Injil dapat didengar hanya sekali seminggu oleh orang-orang yang belum selamat itu. Mereka yang belum selamat pasti bersedia datang ke gereja, dan mereka diundang oleh anggota-anggota gereja yang mau mengundang mereka ke gereja. Dalam model Alkitab, rasul dan penginjil tetap menyebarkan Injil di tempat-tempat umum dan pribadi, dan semua orang percaya berbagi Injil bersama teman dan tetangganya. Dari kedua model ini, dengan cara apakah orang yang belum selamat mendengarkan Injil?

Model yang peka-pencari memerlukan gedung di mana orang-orang percaya tak merasa malu mengundang teman-temannya yang belum selamat, dan juga teman-temannya yang belum selamat tidak malu untuk datang. Langkah ini selalu butuh banyak uang. Sebelum Injil dapat “disebarkan”, maka harus ada atau didirikan gedung yang layak. Di Amerika, gedung harus ada di lokasi yang bagus, biasanya di pinggiran kota yang kaya. Sebaliknya, model Alkitabiah tak perlu gedung khusus, lokasi khusus atau uang. Penyebaran Injil tidak dibatasi oleh jumlah orang yang cukup untuk memasuki gedung khusus di hari Minggu.



Masih Ada Perbedaan Lagi (Still More Differences)

Ketika membandingkan beberapa gereja yang peka-pencari sesuai model Alkitab, ternyata ada beberapa perbedaan lagi. Para rasul dan penginjil dalam Kisah Para Rasul berseru kepada orang-orang untuk bertobat, percaya kepada Tuhan Yesus dan dibaptis segera. Ketika bertobat, mereka diharapkan menjadi murid-murid Kritus, dengan memenuhi syarat yang ditetapkan olehNya untuk pemuridan, seperti uraian Lukas 14:26-33 dan Yohanes 8:31-32. Mereka semua mulai mengasihiNya dengan sangat, hidup menurut perkataanNya, memikul salib, dan meninggalkan hak milik harta-benda; mereka menjadi pengelola baru dari harta yang kini menjadi milik Allah.

Injil yang sering dikhotbahkan di gereja-gereja yang peka-pencari adalah berbeda. Allah sangat mengasihi orang berdosa, betapa Ia dapat memenuhi kebutuhan mereka, dan betapa mereka dapat diselamatkan dengan cara “menerima Yesus sebagai Juruselamat.” Setelah memanjatkan “doa keselamatan” yang singkat, karena tak pernah diberitahu tentang hal membayar harga untuk pemuridan, mereka seringkali diyakinkan bahwa mereka benar-benar diselamatkan dan diminta untuk ikut kelas demi memulai pertumbuhan dalam Kristus. Ketika mengikuti kelas itu (banyak orang tak pernah kembali ke gereja), mereka sering dibimbing melalui proses belajar yang tidak sistematik dan berfokus pada mendapatkan lebih banyak pengetahuan mengenai doktrin-doktrin tertentu bukannya menjadi taat kepada perintah-perintah Kristus. Puncak dari program “pemuridan” ini adalah saat orang percaya akhirnya mulai memberi perpuluhan dari pendapatannya untuk gereja (terutama untuk membayar jaminan hutang dan gaji pegawai biasa, berupa biaya pengelolaan khusus, dengan mendukung hal-hal yang bukan Allah perintahkan) dan dibimbing untuk percaya bahwa ia telah “menemukan pelayanannya” ketika ia mulai melakukan peran dukungan dalam gereja lembaga yang tak pernah disebut dalam Alkitab.

Apa jadinya bila pemerintah di negara anda, yang peduli karena tidak-cukupnya jumlah pria untuk menjadi tentara relawan, memutuskan untuk menjadi “peka-pencari”? Bayangkan pemerintah berjanji kepada calon pekerja, jika mereka ikut jadi relawan, maka tak ada yang dapat diharapkan dari mereka —cek bayarannya akan menjadi hadiah gratis. Mereka dapat saja bangun pagi kapan saja mereka mau. Mereka bisa saja berlatih bila mereka mau, sebaliknya mereka boleh menonton TV. Jika pecah perang, mereka bisa memilih ikut bertempur atau pergi ke pantai. Apakah hasilnya nanti? Sudah pasti semakin banyak jabatan di ketentaraan! Namun pasukan itu bukan lagi angkatan perang, tak layak bertugas. Dan, itulah yang terjadi di gereja yang peka-pencari. Menurunkan standar hanya akan menambah jumlah orang yang hadir dalam ibadah hari Minggu, namun mengikis proses pemuridan dan ketaatan. Gereja yang peka-pencari, yang mencoba “memberitakan Injil” di hari Minggu dan “melakukan pemuridan” dalam ibadah tengah minggu, menemukan masalah bila gereja itu berkata kepada jemaat dalam ibadah tengah minggu bahwa hanya murid-murid Yesus yang akan masuk sorga. Orang lalu merasa seolah-olah mereka dibohongi di hari Minggu pagi. Jadi, gereja tersebut telah menipu orang dalam ibadah tengah minggu, dengan menyatakan pemuridan dan ketaatan sebagai opsi bukannya syarat bagi orang yang pasti ke sorga.

Saya tentu paham bahwa beberapa gereja lembaga memasukkan aspek-model Alkitabiah yang tidak dilakukan oleh gereja-gereja lain. Lagipula, model Alkitabiah paling efektif dalam memperbanyak jumlah murid dan pemurid. Mengapa model Alkitabiah tidak dipraktekkan secara luas sekarang ini? Ada banyak alasan, namun dalam analisa akhir, alasan tidak diikutinya model Alkitabiah adalah karena tradisi, ketidakpercayaan dan ketidaktaatan. Banyak orang berkata bahwa model Alkitabiah mustahil dilakukan di dunia sekarang ini. Namun ternyata, model Alkitabiah sedang dijadikan contoh di seluruh dunia sekarang ini. Misalnya, ledakan pertumbuhan gereja di China selama setengah abad lalu disebabkan orang-orang percaya yang mengikuti model Alkitabiah. Apakah Allah berbeda di China dibandingkan di tempat lain? Dengan kata lain, pendeta di luar Amerika harus hati-hati dengan metode pertumbuhan-gereja di Amerika yang sedang tren di seluruh dunia. Mereka jauh lebih berhasil dalam melakukan tujuan Kristus untuk pemuridan bila mereka menginginkan model Alkitabiah bagi pertumbuhan gereja.



Akibat (The Aftermath)

Dalam observasi saya, banyak pendukung ajaran modern tentang pertumbuhan-gereja tak tersentuh oleh sebagian besar pendeta di seluruh dunia. Banyak sekali pendeta menggembalakan dombanya yang hanya terdiri dari seratus orang. Banyak pendeta jadi patah semangat setelah mencoba cara-cara pertumbuhan gereja yang mandek atau yang menjadi bumerang karena kesalahan yang tidak mereka lakukan. Tak seorangpun tahu adanya beberapa faktor di luar kendali pendeta yang membatasi pertumbuhan gerejanya. Kita perhatikan sebagian dari faktor-faktor itu :

Pertama dan yang terutama, pertumbuhan gereja dibatasi ukuran populasi lokal. Jelas, sebagian besar gereja-gereja lembaga yang besar terdapat di wilayah metropolitan. Gereja-gereja lembaga itu sering memiliki jutaan umat yang menarik anggota-anggota baru ke gereja. Tetapi, jika angka-angka menjadi penentu keberhasilan, maka sebuah gereja harus dinilai, bukan oleh ukurannya, tetapi oleh persentase penduduk lokal. Atas dasar itu, gereja yang beranggotakan sepuluh orang jauh lebih sukses dibanding gereja lain dengan anggota sepuluh ribu orang. Gereja dengan anggota sepuluh orang di desa berpenduduk lima-puluh orang dianggap lebih sukses daripada gereja dengan sepuluh ribu anggota di kota berpenduduk lima juta. (Namun pendeta yang hanya melayani sepuluh orang takkan pernah diundang berbicara di konvensi tentang pertumbuhan gereja).



Faktor Kedua yang Membatasi Pertumbuhan Gereja (A Second Limiting Factor to Church Growth)

Kedua, pertumbuhan gereja dibatasi oleh tingkat kejenuhan yang melanda orang-orang yang diperkenan oleh semua gereja di satu wilayah tertentu. Pada waktu tertentu, di satu daerah ada banyak orang membuka hatinya untuk Injil. Di saat mereka yang mau menerima Injil dijangkau, maka tak ada gereja yang bertumbuh, bila sebagian orang yang sudah menjadi anggota gereja pindah ke gereja lain (dengan cara itu, banyak gereja besar berkembang —dengan mengorbankan gereja-gereja lain di wilayahnya). Sudah tentu, setiap orang Kristen kini tak mau menerima Injil pada satu waktu namun menerima pengaruh Roh Kudus. Sehingga, orang-orang yang kini tak mau menerima Injil mungkin berubah pikirannya untuk menerima Injil. Ketika hal itu terjadi, maka gereja-gereja dapat bertumbuh. Istilah “kebangunan rohani” terjadi ketika banyak orang yang segan menerima Injil tiba-tiba mau menerima Injil. Tetapi, jangan lupa, satu orang yang mau menerima Injil adalah juga kebangunan rohani skala kecil. Setiap kebangunan rohani besar dimulai dengan satu orang yang mau menerima Injil. Jadi, saudara pendeta, jangan pandang hina hari dengan permulaan yang kecil.

Yesus mengutus murid-muridNya untuk mengabarkan Injil ke kota-kota yang, Dia tahu, tak akan menerima, di mana tak seorangpun mau bertobat (lihat Lukas 9:5). Tetapi Yesus masih mengutus mereka untuk mengabarkan Injil di tempat itu. Apakah murid-murid itu gagal? Tidak, meskipun mereka tak mendapat petobat baru (dan tak ada pertumbuhan gereja) mereka berhasil, karena mereka menaati Yesus. Demikian juga, Yesus masih mengutus pendeta-pendeta ke desa-desa, kota-kota dan pinggiran kota di mana Ia tahu bahwa hanya sedikit orang akan menerima Injil. Para pendeta yang setia melayani jemaat-jemaat kecil adalah berhasil di mata Tuhan, meskipun mereka dianggap gagal di mata ahli pertumbuhan gereja. Karena belas-kasihan yang besar dari Allah, dan untuk menjawab pergumulan umatNya, pendeta di tiap daerah juga mendapat dorongan karena ia nyata-nyata bekerja untuk membantu orang yang sebelumnya tak mau menerima Injil dan akhirnya mau menerima Injil. Ia mempengaruhi orang yang belum selamat melalui ungkapan kata-hati, ciptaanNya, keadaan, penghukumanNya yang sementara, kesaksian hidup jemaatNya, khotbah Injil, dan jaminan Roh Kudus. Pendeta, tetaplah percaya diri. Tetap taat, berdoa dan berkhotbah. Sebelum terjadi kebangunan rohani besar-besaran, ada kebutuhan besar bagi suatu kebangunan. Dan, selalu ada orang yang memimpikan terjadinya kebangunan rohani. Teruslah bermimpi!



Faktor Ketiga yang Membatasi Pertumbuhan Gereja (A Third Limiting Factor to Church Growth)

Faktor ketiga yang membatasi pertumbuhan gereja adalah kemampuan si pendeta. Kebanyakan pendeta tak punya keahlian yang diperlukan untuk mengawasi sidang jemaat besar, dan itu bukan kesalahan jemaat. Mereka tak punya bakat organisasi, administrasi atau kemampuan berkhotbah/mengajar yang diperlukan bagi sidang jemaat besar. Jelaslah, Allah tak memanggil pendeta itu untuk melayani sidang jemaat besar, dan mereka keliru bila mencoba melayani, selain melayani gereja lembaga ukuran sedang atau gereja rumah.

Baru-baru ini saya membaca sebuah buku terkenal mengenai kepemimpinan, karangan seorang pendeta senior di satu gereja besar di Amerika. Ketika saya baca halaman demi halaman, penulis menguraikan saran-saran yang dialaminya dan ditujukan bagi pendeta-pendeta sekarang, saya jadi berpikir: “Ia tak menceritakan bagaimana menjadi seorang pendeta —malahan ia bercerita bagaimana menjadi eksekutif puncak di perusahaan raksasa.” Dan tiada pilihan lain untuk pendeta senior gereja lembaga di Amerika. Ia butuh banyak staf pembantu, dan menangani staf adalah tugas sepenuh-waktu. Penulis buku itu cukup ahli untuk menjadi eksekutif puncak di perusahaan sekuler. (Dalam bukunya, ia sering mengutip ide-ide konsultan manajemen perusahaan besar terkenal, dengan menerapkan saran mereka untuk para pendeta). Tetapi, mungkin sebagian besar, pembaca tidak punya keterampilan dalam kepemimpinan dan pengelolaan yang dimiliki si pendeta.

Dalam buku itu, penulis jujur mengaitkan bagaimana, pada beberapa kesempatan ketika ia membangun jemaatnya yang besar, ia membuat kesalahan hampir fatal, yang bisa saja mengorbankan keluarganya atau masa depannya dalam pelayanan. Oleh kasih karunia Allah, ia bertahan. Tetapi pengalamannya mengingatkan saya akan banyak contoh ketika pendeta lain di gereja lembaga, yang ingin mengalami sukses yang sama, melakukan kesalahan serupa dan gagal total. Sebagian, yang mengabdikan diri untuk gerejanya, kehilangan anak-anaknya atau pernikahannya gagal. Sebagian menderita sakit syaraf atau kelelahan pelayanan yang parah. Yang lain menjadi sangat kecewa, hingga akhirnya meninggalkan pelayanan. Banyak juga yang bertahan, namun itulah yang terjadi. Mereka tetap hidup dalam keputusasaan, sembari terheran-heran mengapa pengorbanan mati-matian mereka ternyata berujung pada hasil yang sangat mengecewakan itu.

Ketika saya membaca buku itu, pikiranku terdorong terus oleh hikmat dari jemaat mula-mula, di mana tidak ada hal yang menyerupai gereja-gereja lembaga masa sekarang, dan tidak ada pendeta yang bertanggung-jawab untuk duapuluh-lima orang atau lebih. Seperti disebutkan pada bab sebelumnya, banyak pendeta yang menganggap jemaatnya terlalu kecil harus memikirkan ulang pelayanan mereka berdasarkan Alkitab. Bila ada limapuluh orang anggota jemaat, gereja sebenarnya bisa lebih besar. Bila para pemimpinnya cakap di dalam gereja, dengan doa yang sungguh-sungguh mereka dapat mempertimbangkan untuk membagi gerejanya menjadi tiga gereja rumah dan menjual gedungnya, untuk melakukan pemuridan dan membangun Kerajaan Allah dengan cara Allah. Bila tampak terlalu radikal, mereka dapat mulai memuridkan calon pemimpin masa depan, atau memulai kelompok kecil; bila mereka sudah memiliki kelompok kecil, beri mereka kebebasan untuk menjadi gereja rumah otonom untuk melihat apa yang terjadi.



Teknik-Teknik Lain untuk Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Modern Other Modern Church-Growth Techniques)

Ada cara-cara lain yang tengah digalakkan kini sebagai hal penting bagi pertumbuhan gereja di samping model gereja yang peka-pencari. Dari cara-cara itu, banyak yang tidak Alkitabiah dan dikategorikan sebagai “peperangan rohani.” Cara-cara itu dikenal sebagai “hancurkan kekuatan belenggu”, “doa peperangan”, dan “pemetaan roh.” Kita akan bahas sebagian dari cara-cara itu pada bab tentang Peperangan Rohani. Tetapi, pendeknya, kita terheran-heran mengapa cara-cara itu yang tak dikenal di zaman para rasul dianggap perlu untuk pertumbuhan gereja sekarang ini. Banyak cara baru dalam pertumbuhan gereja adalah hasil pengalaman dari beberapa pendeta yang berkata, “Saya lakukan ini dan itu, dan gereja saya bertumbuh. Jadi bila anda lakukan hal yang sama, gereja anda akan juga bertumbuh.” Tetapi, sebenarnya, tak ada hubungan nyata antara pertumbuhan gereja dan hal-hal aneh yang mereka lakukan, meskipun mereka beranggapan lain. Hal itu sering terbukti ketika pendeta lain mengikuti ajaran-ajaran aneh itu, melakukan hal yang sama, dan gerejanya tak sedikitpun bertumbuh.

Seorang pendeta pertumbuhan gereja dapat saja berkata, “Ketika kita mulai meneriaki roh-roh jahat di atas kota kita, kebangunan rohani terjadi di gereja kita. Jadi, anda perlu meneriaki roh-roh jahat bila ingin kebangunan rohani terjadi di gereja anda.” Namun, mengapa ada banyak kebangunan rohani yang hebat di seluruh dunia pada 2000 tahun lalu dalam sejarah gereja di mana tak seorangpun meneriaki roh-roh jahat yang ada di atas kota? Jadi, pendeta itu keliru, meskipun ia menganggap kebangunan rohani sebagai akibat teriakan kepada roh-roh jahat. Mungkin saja, orang-orang di dalam kotanya mulai menerima Injil, mungkin karena doa-doa bersama di gereja, dan pendeta itu kebetulan berada di sana sambil mengabarkan Injil ketika mereka menerima Injil. Sering terjadi, pertumbuhan gereja adalah hasil dari keberadaan di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. (Roh Kudus menolong kita berada di tempat yang tepat di waktu yang tepat).

Jika meneriaki roh-roh jahat di atas kota membawa kebangunan rohani kepada gereja tertentu, mengapa kebangunan rohani berjalan lambat setelah waktu yang lama, lalu berhenti, seperti yang selalu terjadi? Jika meneriaki roh-roh jahat adalah kuncinya, maka wajarlah bila kita terus meneriaki roh-roh jahat, dan setiap orang di kota akan datang kepada Kristus. Tetapi mereka tidak datang.

Sudah jelas kebenarannya bila kita hanya sedikit memikirkannya. Cara-cara pertumbuhan gereja menurut Alkitab adalah berdoa, berkhotbah, pengajaran, pemuridan, pertolongan Roh Kudus, dan lain-lain. Bahkan cara-cara Alkitab itu tidak menjamin pertumbuhan gereja, karena Allah telah membuat setiap manusia menjadi agen moral yang bebas. Ia bisa memilih bertobat atau tidak. Dapat dikatakan, bahkan Yesus gagal membuat pertumbuhan gereja di waktu tertentu ketika kota-kota yang dikunjungiNya tidak bertobat. Dengan kata lain, kita perlu mempraktekkan cara-cara Alkitabiah untuk membangun gereja. Cara lain apapun hanya buang-buang waktu, dan wujud pekerjaan itu berupa kayu, rumput kering atau jerami yang sekali kelak akan dibakar api dan tidak akan mendapat upah (lihat 1 Korintus 3:12-15).

Akhirnya, tujuannya bukan hanya pertambahan jumlah jemaat, tetapi juga pemuridan. Bila gereja bertumbuh di saat kita melakukan pemuridan, pujilah nama Tuhan!
Baca Selengkapnya#5: Pertumbuhan Gereja (Church Growth)

Monday, May 12, 2014

#4: Gereja Rumah (The House Churches)

Saat pertama mendengar tentang gereja rumah, seseorang sering keliru membayangkan bahwa perbedaan mencolok antara gereja rumah dan gereja lembaga adalah ukuran dan kemampuan untuk memberikan “pelayanan.” Kadang-kadang, orang menyimpulkan bahwa gereja rumah tak dapat memberi kualitas pelayanan seperti yang diberikan di gereja lembaga/gedung. Namun bila “pelayanan” didefiniskan sebagai tindakan yang mendukung pemuridan, dengan cara membantu murid untuk menjadi seperti Kristus dan melengkapi mereka untuk pelayanan, maka gereja lembaga tak memperoleh manfaat. Dan seperti saya sebutkan pada bab sebelumnya, mereka bisa saja tidak memperoleh manfaat. Sudah tentu, gereja rumah tak dapat memberikan kuantitas dari berbagai kegiatan di gereja lembaga, namun gereja rumah bisa lebih teratur dalam hal memberi pelayanan yang benar.

Sebagian orang menolak pendapat bahwa gereja rumah adalah gereja yang benar, hanya karena gereja rumah tak punya gedung. Andaikan kumpulan orang itu hidup pada suatu waktu selama tiga ratus tahun pertama sejarah gereja, mereka mungkin menolak kehadiran gereja di dunia sebagai bangunan gereja. Faktanya, Yesus menyatakan, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Matius 18:20). Yesus tidak berkataapapun tentang di mana orang-orang percaya harus berkumpul. Dan, meskipun hanya ada dua orang percaya, Ia berjanji hadir dalam namaNya. Hal-hal yang dilakukan oleh para murid Kristus di restoran, sambil berbagi makanan dan berdiskusi tentang kebenaran, mengajar dan saling menegur adalah hal-hal yang dekat dengan model pertemuan jemaat Perjanjian Baru dibandingkan dengan yang terjadi di banyak gedung gereja setiap hari Minggu pagi.

Pada bab sebelumnya, saya uraikan beberapa keuntungan gereja rumah atas gereja lembaga. Saya ingin memulai bab ini dengan uraian beberapa alasan tentang mengapa model gereja rumah jadi alternatif yang sangat Alkitabiah yang bisa sangat efektif dalam mewujudkan tujuan untuk pemuridan. Pertama, saya ingin berkata lebih dulu bahwa saya tak beraksud menyerang gereja lembaga atau pendeta gereja itu. Ada banyak pendeta yang sungguh-sungguh dan tulus hati di gereja lembaga yang melakukan berbagai hal dalam strukturnya untuk menyenangkan Tuhan. Setiap tahun, saya melayani ribuan pendeta di gereja-gereja lembaga, dan saya sangat mengasihi dan menghargai mereka. Merekalah orang-orang terbaik di dunia. Dan karena tahu bagaimana sulitnya pekerjaan mereka, saya ingin menyampaikan alternatif yang akan membantu mereka agar tak menderita kerugian lebih banyak dan menjadi lebih efektif dan bahagia pada saat yang sama. Model gereja rumah adalah model Alkitabiah dan berpotensi memberi kontribusi pada pemuridan yang efektif dan perluasan Kerajaan Allah. Saya ragu apakah sebagian besar pendeta gereja-gereja lembaga merasa lebih bahagia, lebih efektif dan lebih terpenuhi bila mereka melayani gereja rumah.

Saya pendeta gereja lembaga selama lebih duapuluh tahun dan bekerja dengan sebaik-baiknya. Tetapi setelah beberapa bulan berkunjung ke banyak gereja pada hari Minggu pagi, saya mendapat kesan pertama apa rasanya bila sekedar menghadiri gereja sebagai “orang biasa.” Mata saya terbuka, dan saya mulai mengerti mengapa banyak orang sangat bersemangat ke gereja. Seperti yang dilakukan oleh hampir setiap orang yang hadir, kecuali pendeta, saya duduk sopan sambil menunggu ibadah berakhir. Ketika berakhir, saya berinteraksi dengan orang-orang lain sebagai peserta bukan sebagai penonton yang bosan. Pengalaman itu menjadi sarana yang membuat saya memikirkan tentang alternatif yang lebih baik, dan saya meriset model gereja rumah. Saya terkejut mendapati ada jutaan gereja rumah di seluruh dunia dan, saya simpulkan, gereja rumah memiliki beberapa keuntungan nyata dibandingkan gereja lembaga.

Banyak pendeta yang membaca buku ini tak memberi perhatian pada gereja rumah, tetapi pada gereja lembaga. Saya tahu banyak tulisan saya ini mungkin awalnya sulit diterima karena kelihatan sangat radikal. Tetapi saya minta agar mereka menyiapkan waktu sendiri untuk merenungkan perkataan saya, dan saya tak berharap mereka menerima apapun saat itu juga. Saya tujukan hal itu kepada para pendeta, karena saya terdorong oleh kasih kepada mereka dan gerejanya.



Satu-satunya Model Gereja dalam Alkitab (The Only Kind of Church in the Bible)

Pertama dan yang terutama, dalam Perjanjian Baru, tidak dikenal gereja lembaga yang mengadakan persekutuan di gedung khusus, sedangkan gereja rumah jelas adalah bentuk yang ada di jemaat mula-mula:

Dan setelah berpikir sebentar, pergilah ia ke rumah Maria, ibu Yohanes yang disebut juga Markus. Di situ banyak orang berkumpul dan berdoa. (Kisah Para Rasul 12:12, tambahkan penekanan).

....... aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum [jelaslah, bukan di gedung-gedung gereja] maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu; … (Kisah Para Rasul 20:20, tambahkan penekanan).

Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, …. Salam juga kepada jemaat di rumah mereka. (Roma 16:3-5, tambahkan penekanan; lihat juga Roma 16:14-15 untuk menyebut kemungkinan ada dua gereja rumah lainnya di Roma).

Salam kepadamu dari Jemaat-jemaat di Asia Kecil. Akwila, Priskila dan jemaat di rumah mereka menyampaikan berlimpah-limpah salam kepadamu. (1 Korintus 16:19, tambahkan penekanan).

Sampaikan salam kami kepada saudara-saudara di Laodikia; juga kepada Nimfa dan jemaat yang ada di rumahnya. (Kolose 4:15, tambahkan penekanan).

Dan kepada Apfia saudara perempuan kita dan kepada Arkhipus, teman seperjuangan kita dan kepada jemaat di rumahmu … (Filemon 1:2, tambahkan penekanan).

Ada perdebatan tentang alasan utama jemaat mula-mula tidak membangun gedung gereja, yakni gereja masih dalam masa awal pertumbuhan selama beberapa dekade dalam sejarah Perjanjian Baru (dan lebih dari dua abad setelah itu). Jadi, bila pembangunan gedung gereja menjadi tanda kedewasaan gereja, maka gereja di zaman para rasul dalam Kisah Para Rasul tak pernah menjadi dewasa.

Menurut saya, tak satupun rasul pernah membangun gedung gereja disebabkan hal tersebut dianggap bukan kehendak Tuhan, karena Yesus tidak meninggalkan teladan atau instruksi demikian. Ia melakukan pemuridan tanpa gedung khusus, dan Ia berkata kepada murid-muridNya untuk melakukan pemuridan. Mereka menganggap tidak perlu membuat bangunan khusus. Sesederhana itu. Ketika Yesus berkata kepada murid-muridNya untuk pergi ke seluruh dunia dan melakukan pemuridan, sehingga dalam diri murid-muridNya, tak terpikirkan, “Keinginan Yesus agar kita membangun gedung dan berkhotbah kepada orang-orang di tempat itu sekali seminggu.”

Lagipula, membangun gedung khusus bahkan dapat dianggap pelanggaran langsung dari perintah Kristus untuk tidak meletakkan harta di dunia, sehingga hanya membuang uang untuk sesuatu yang sama sekali tak perlu, dan merendahkan kerajaan Allah dari sumber-sumber yang dapat digunakan untuk pelayanan transformasi. Pengelolaan Khusus dalam Alkitab (Biblical Stewardship)

Maka, uraian di atas memberi keuntungan kedua bagi gereja rumah dibandingkan gereja lembaga: Model gereja rumah menumbuhkan pengelolaan khusus ilahi untuk sumber-sumber milik anggota, yang tentu menjadi aspek sangat penting dalam pemuridan. [1] Tak ada uang terbuang untuk pembiayaan gedung, kepemilikan, penyewaan, perbaikan, perluasan, pembuatan desain ulang, sistem pemanasan atau pendinginan ruang. Sehingga, uang yang dipakai untuk gedung gereja dapat digunakan untuk memberi makanan dan pakaian kepada orang miskin, biaya pengabaran Injil, dan biaya untuk pemuridan, seperti dilakukan dalam kitabKisah Para Rasul. Pikirkanlah hal baik yang dapat dilakukan untuk Kerajaan Allah bila dana trilyunan rupiah untuk membangun gedung-gedung gereja dapat dipakai untuk menyebarkan Injil dan melayani kaum miskin! Hampir tak terbayangkan.

Lagipula, gereja rumah yang anggotanya tidak lebih dari duapuluh orang dapat benar-benar diperhatikan oleh penatua/pendeta/penilik yang “membuat-tenda” (yakni, “tidak-dibayar”), suatu hal yang mungkin terjadi ketika ada beberapa orang percaya di gereja rumah. Gereja rumah hampir sama sekali tak butuh uang untuk pengoperasiannya.

Sudah tentu, Alkitab menunjukkan bahwa setiap penatua/pendeta/penilik perlu dibayar sesuai tugasnya, sehingga mereka yang mengabdikan seluruh waktunya untuk pelayanan harus benar-benar hidup sepenuhnya dari pelayanan (lihat 1 Timotius 5:17-18). Sepuluh orang anggota sebuah gereja rumah yang bekerja dan mendapatkan gaji dapat memberi perpuluhan untuk mendukung seorang pendeta yang hidup dengan kondisi rata-rata. Lima orang pemberi perpuluhan di gereja rumah dapat membantu seorang pendeta untuk mengabdikan waktu kerja setengah minggu bagi pelayanannya.

Dengan model gereja rumah itu, maka, demi mendukung pendeta, uang untuk biaya gedung tak dipakai, sehingga pendeta gereja lembaga tak boleh menganggap bahwa perkembangan gereja rumah akan mengancam ketenangan tugas mereka. Sebaliknya, hal itu bisa berarti banyak orang lain yang menyadari kehendak yang Allah taruh dalam hati mereka untuk melayaniNya dalam profesi mereka. [2] Kelaki, hal itu dapat membantu dalam mencapai tujuan pemuridan. Juga, gereja rumah dengan anggota duapuluh orang yang bekerja dapat memberi sebagian pendapatan bagi misi di luar negeri dan orang miskin. [3]

Bila sebuah gereja lembaga yang diubah menjadi jaringan yang terdiri dari gereja-gereja rumah, orang-orang yang tak lagi bekerja dapat menjadi staf administrasi gereja dan staf pendukung program yang melayani khusus (misalnya, pelayan anak dan pemuda di gereja besar) yang tak bersedia ikut pelayanan keliling yang kurang memiliki dasar Alkitabiah dalam hal mencukupi pelayanan. Gereja rumah tak butuh orang untuk pelayanan anak dan pelayanan pemuda karena Alkitab memberi tanggung-jawab itu kepada orang-orang tua, dan jemaat di gereja rumah umumnya tetap bertahan mengikuti perintah Alkitab, bukannya norma-norma budaya Kekristenan. Pemuda Kristen yang tak memiliki orang tua Kristen dapat ikut gereja rumah dan didisiplinkan ketika mereka ikut dengan gereja lembaga. Adakah orang yang heran mengapa tak ada “pendeta urusan pemuda” atau “pendeta urusan anak” yang disebut dalam Perjanjian Baru? Tidak ada pelayanan tersebut selama 1900 tahun pertama masa Kekristenan. Mengapa kini tiba-tiba diperlukan pendeta urusan pemuda dan pendeta urusan anak, terutama di negara-negara barat yang kaya? [4]

Khusus di negara-negara miskin, adalah mustahil seorang pendeta menyewa atau memiliki gedung gereja tanpa subsidi dari orang-orang Kristen di negara-negara Barat. Maka, muncul banyak konsekwensi yang tak diinginkan dari ketergantungan itu. Nyatanya, selama 300 tahun, masalah itu tak muncul dalam Kekristenan. Bila anda jadi pelayan di negara berkembang yang sidang jemaatnya tak sanggup membangun gedung gereja, anda tak perlu membujuk orang Amerika yang tengah berkunjung agar anda mendapatkan uang darinya. Allah sudah selesaikan masalahmu. Anda benar-benar tak perlu gedung gereja agar berhasil melakukan pemuridan. Ikutilah model dalam Alkitab.



Akhir dari Keluarga yang Terpisah-Pisah (The End of Fragmented Families)

Keuntungan lain dari gereja-gereja rumah adalah gereja-gereja itu lebih berhasil dalam pendisiplinan anak dan remaja. Salah satu kepalsuan besar yang dilakukan oleh gereja-gereja lembaga sekarang (terutama gereja-gereja besar di Amerika Serikat) adalah mereka melakukan pelayanan secara istimewa kepada anak-anak dan pemuda. Namun, gereja-gereja itu menyimpan fakta bahwa sebagian besar anak, yang menikmati masa keceriaan saat mengikuti pelayanan anak dan pemuda yang riang, tak pernah kembali ke gereja lagi saat mereka “meninggalkan sarangnya.” (Untuk mendapatkan data anak dan pemuda yang “meninggalkan sarangnya”, tanyakan pendeta yang menangani kepemudaan, pasti ia tahu).

Tambahan pula, gereja yang pelayannya menangani pemuda dan anak-anak senantiasa berjanji palsu kepada orang-orang tua yang tak sanggup atau tak bertanggung-jawab atas perkembangan rohani anak-anak mereka. Para pelayan sering berkata, “Kami akan menjaga perkembangan rohani anak-anak anda. Kami ahli dalam urusan ini.”

Sebagaimana adanya, sistem itu ternyata gagal, karena menciptakan siklus kompromi yang terus-menerus. Kejadiannya berawal dari orang-orang tua yang mencari gereja agar anak-anak mereka bisa merasa senang. Bila remaja Johny berkata ketika pulang ke rumah bahwa ia senang berada di gereja, maka orang-orang tua terkejut, karena mereka samakan rasa senang Johny dalam menikmati gereja dengan rasa tertarik Johny dalam hal-hal rohani. Orang-tua sering juga keliru.

Setiap pendeta senior yang termotivasi oleh kesuksesan menginginkan pertumbuhan gerejanya, demikian juga setiap pendeta urusan pemuda dan pendeta urusan anak sering meninggalkan rapat staf dengan perasaan tekanan untuk membuat program ”relevan” yang menyenangkan anak-anak. (Tingkatan “relevan” selalu ada di bawah “kesenangan”, dan “relevan” tidak otomatis berarti, “Pimpin anak-anak untuk bertobat, percaya, dan menaati semua perintah Yesus”). Bila anak-anak diberikan program, orang-orang tua yang naif akan kembali (membawa uangnya), dan gereja akan bertumbuh.

Ukuran sukses kelompok pemuda diukur dari jumlah kehadiran. Pendeta urusan pemuda melakukan apa saja untuk menghimpun para pemuda, dan seringkali tindakan itu berkompromi dengan spiritualitas murni. Patut dikasihani si pendeta urusan pemuda yang mendapat laporan tentang orang tua yang mengadu kepada pendeta senior bahwa anak-anak mereka mengeluhkan pesan-pesan membosankan atau selalu mengecam yang diucapkan oleh pendeta urusan pemuda.

Namun, adalah berkat yang indah bila kita melihat para pendeta urusan pemuda rada dalam tubuh Kristus bila ia menjadi pemimpin gereja rumah. Mereka biasanya terampil melakukan relasi, bersemangat muda dan tak pernah lelah. Banyak dari mereka hanyalah pendeta urusan pemuda karena itulah syarat awal bagi untuk perlahan-lahan memperolah keterampilan maha-hebat yang diperlukan untuk tetap hidup saat menjadi pendeta senior. Kebanyakan pendeta urusan pemuda lebih mahir melayani gereja rumah. Tugas yang mereka lakukan di kelompok pemuda bisa saja mendekati model gereja yang Alkitabiah dibandingkan hal yang terjadi di ruang besar gereja! Hal yang sama bisa saja berlaku bagi pendeta urusan anak, yang sangat jauh berebeda dengan pendeta senior dalam kemampuan melayani gereja rumah di mana semua orang, termasuk anak-anak, duduk membentuk lingkaran, semua anggotanya ikutserta dan bahkan ikut makan bersama.

Di gereja rumah, anak-anak dan remaja didisiplinkan secara alami, karena mereka mengalami komunitas Kristen sejati dan mendapat kesempatan ikutserta, mengajukan pertanyaan, dan berinteraksi dengan semua orang segala usia, semuanya sebagai bagian satu keluarga Kristen. Di gereja lembaga, anak-anak dan remaja senantiasa menyaksikan pertunjukan besar dan mengikuti pelajaran “menyenangkan”, hanya sedikit bergaul dengan, jika ada, komunitas ril; dan mereka ini sering sadar akan sikap munafik dan, seperti terjadi di sekolah, hanya belajar berinteraksi dengan teman-teman kelompoknya.

Tetapi, dalam persekutuan orang-orang segala usia, bagaimana dengan bayi-bayi yang menangis atau anak-anak kecil yang gelisah?

Kehadiran bayi dan anak selalu diterima, dan, untuk menangani mereka, dapat dilakukan langkah-langkah praktis ketika timbul masalah. Misalnya, mereka dapat dibawa ke ruang lain untuk dihibur, atau diberi pensil warna dan kertas untuk mewarnai. Dalam komunitas gereja rumah, bayi-bayi dan anak-anak bukanlah masalah sehingga mereka tidak harus ditidurkan di tempat perawatan dengan penjagaan orang lain. Mereka dikasihi oleh semua orang dalam keluarga besar. Bayi yang mulai menangis di gereja lembaga menjadi gangguan bagi formalitas ibadah dan membuat orang tua si bayi malu, yang mungkin merasa orang lain menatap dengan ekspresi tak senang. Bayi yang mulai menangis di gereja rumah dikelilingi oleh keluarganya, dan tak seorangpun keberatan akan kehadiran berkat kecil Allah di tengah-tengah mereka, bayi yang mereka peluk.

Orang-orang tua yang anak-anaknya tak terkontrol dapat diajari oleh orang-orang tua lain tentang apa yang perlu mereka tahu. Lagi-lagi, orang-orang percaya menjaga hubungan yang saling peduli dan tulus. Mereka tidak saling menggosipkan seperti yang sering terjadi di gereja lembaga. Mereka saling kenal dan mengasihi.



Pendeta yang Bahagia (Happy Pastors)

Setelah menjadi pendeta di gereja-gereja selama dua dekade, dan berbicara di depan puluhan ribu pendeta di seluruh dunia, dan memiliki banyak pendeta sebagai teman pribadi, dapat dikatakan bahwa saya tahu sesuatu tentang kebutuhan melayani sebuah gereja kini. Seperti pendeta di gereja lembaga, saya telah mengalami “sisi gelap” dalam pelayanan. Terkadang sangat gelap. Ternyata, gambarannya bisa dikatakan “brutal”.

Harapan-harapan yang biasa ditemukan oleh sebagian besar pendeta menciptakan ketegangan yang hebat yang kadang-kadang bahkan meruntuhkan hubungan di dalam keluarganya mereka sendiri. Pendeta-pendeta jadi ciut hati karena berbagai alasan. Mereka harus menjadi politisi, hakim, pegawai, psikolog, pengatur kegiatan, kontraktor bangunan, penasehat perkawinan, pembicara di depan publik, manajer, pembaca pikiran dan administrator. Sebagian pendeta sering bersaing dengan pendeta-pendeta lain untuk mendapatkan bagian yang lebih besar dari tubuh Kristus. Hanya sedikit waktu mereka pakai untuk melakukan disiplin rohani secara pribadi. Banyak pendeta merasa terjebak dalam tugasnya dan mendapat bayaran kecil. Sidang jemaat mereka menjadi pelanggan dan karyawannya. Terkadang, pelanggan dan karyawan itu dapat mempersulit kehidupan.

Bila dibandingkan, pendeta gereja rumah mendapat kemudahan. Pertama, bila ia hidup menjadi teladan sebagai murid sejati dan mengajarkan ketaatan yang tanpa kompromi terhadap semua perintah Yesus, maka hanya sedikit orang yang tergolong kambing yang akan berminat ikut ambil bagian dalam kelompoknya. Nyatanya, persekutuan di rumah dapat menjauhkan orang yang tergolong kambing. Sehingga, ia menyuruh orang yang tergolong domba untuk melayani.

Kedua, pendeta gereja rumah secara pribadi dapat mengasihi dan memuridkan semua orang yang tergolong domba, karena ia hanya mengawasi duabelas sampai duapuluh orang dewasa. Ia dapat menikmati kedekatan nyata dengan orang-orang yang tergolong domba, karena ia bagaikan bapak bagi satu keluarga. Ia dapat membagi waktu untuk domba-dombanya itu. Ketika saya menjadi pendeta di gereja lembaga, saya sering merasa kesepian. Saya tak dapat berdekatan dengan siapapun dalam sidang jemaat saya, karena orang-orang lain bisa tak senang dengan saya karena mereka tak masuk dalam lingkaran dekat teman-teman atau mencemburui orang di dalam lingkaran itu. Saya ingin sekali kedekatan yang tulus dengan orang-orang percaya lain, namun saya tak mau ada resiko pengorbanan demi mendapatkan teman sejati.

Dalam suasana kekeluargaan yang sangat erat di gereja rumah, para anggota gereja biasanya membantu pendeta dalam memikul tanggung-jawab, karena ia menjadi teman dekat mereka, bukan aktor di atas panggung.

Pendeta gereja rumah dapat meluangkan waktu untuk membina pemimpin gereja rumah di masa depan, sehingga ketika waktunya tiba untuk berkembang, pemimpin sudah siap. Ia tak perlu mengawasi pemimpin yang paling potensial di masa depan untuk mengambil karunia-karunia dari gerejanya untuk dibawa ke sekolah Alkitab di tempat lain.

Pendeta gereja rumah punya waktu untuk mengembangkan pelayanan lainnya di luar sidang jemaat lokalnya. Ia dapat melayani di penjara, tempat perawatan pribadi atau ikut penginjilan pribadi bagi para pengungsi atau pebisnis. Sesuai pengalamannya, ia dapat membagi waktu untuk merintis gereja rumah lainnya, atau menjadi mentor bagi pendeta muda di gereja rumah yang telah dibina melalui pelayanannya.

Pendeta gereja rumah tak merasa tertekan untuk tampil pada ibadah Minggu pagi. Ia tak perlu menyiapkan khotbah di tiga tempat pada Sabtu malam, karena ia heran bagaimana ia dapat memuaskan banyak orang yang melalui banyak tahap pertumbuhan rohani. [5] Ia dapat bersukacita saat melihat Roh Kudus memakai setiap orang dalam persekutuan itu dan mendorong mereka untuk menggunakan masing-masing karunia. Ia bisa saja tak menghadirid persekutuan dan setiap hal berjalan baik meskipun tanpa kehadirannya.

Pendeta gereja rumah tak punya gedung yang menyita perhatiannya dan tiada staf pengurus di gereja rumah.

Pendeta gereja rumah tak punya alasan bersaing dengan pendeta setempat lainnya.

Tidak ada “dewan gereja” yang membuat pusing pendeta, dan melalui dewan ini sering muncul pertarungan politik.

Pendek kata, pendeta gereja rumah dapat menjadi orang sesuai sebutan yang Allah mau, dan bukan menjadi sebutan menurut budaya agama Kristen. Ia bukan aktor utama, bukan presiden perusahaan, atau bukan pusat perhatian. Ia petugas pemuridan, yang memperlengkapi orang-orang kudus. Domba yang Bahagia (Happy Sheep)

Orang-orang percaya sejati menginginkan dan menikmati segala sesuatu tentang gereja rumah yang benar dan Alkitabiah.

Setiap orang percaya sejati merindukan hubungan yang tulus dengan orang-orang percaya lain, karena kasih Allah telah ditaburkan dalam hati mereka. Hubungan demikian adalah bagian dan paket dari gereja rumah. Alkitab menyebutnya sebagai persekutuan, yakni kegiatan untuk menceritakan kehidupan seseorang dengan tulus bersama dengan saudara-saudara lainnya. Gereja rumah menciptakan lingkungan bagi orang-orang percaya agar dapat melakukan hal-hal yang harus mereka lakukan, yang terdapat dalam banyak perikop tentang “saling melakukan apa” dalam Perjanjian Baru. Di gereja rumah, orang-orang percaya bisa saling mengajak, memberi dorongan, mengarahkan, menghibur, mengajar, melayani dan berdoa. Mereka bisa saling mengajak untuk mengasihi dan melakukan pekerjaan yang baik, saling mengakui dosa, saling menanggung beban, dan saling menegur dengan mazmur, himne dan kidung rohani. Mereka dapat menangis bersama dan bersukacita bersama. Hal-hal yang sama jarang terjadi pada kebaktian hari Minggu di gereja lembaga di mana orang-orang percaya duduk dan menonton. Ketika seorang anggota gereja rumah berkata kepada saya, “Ketika seseorang sakit di dalam tubuh kami, saya tidak membawa makanan ke rumah seorang asing karena saya sudah sepakat untuk melakukan ‘pelayanan pemberian makanan’. Saya biasanya membawa makanan kepada orang yang saya kenal dan kasihi.”

Orang-orang percaya sejati menikmati interaksi dan keterlibatan bersama di antara mereka. Duduk dan mendengar khotbah yang tak relevan dan menjemukan dari tahun ke tahun hanya akan memperburuk inteligensi dan spiritualitas mereka. Sebaliknya, mereka lebih suka kesempatan untuk berbagi pandangan pribadi yang didapat mengenai Allah dan FirmanNya, dan gereja rumah memberi kesempatan itu. Dengan mengikuti model Alkitab bukannya model budaya, tiap orang “mempersembahkan sesuatu, yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh.” (1 Korintus 14:26). Di gereja-gereja rumah, tiada orang tersesat dalam kerumunan orang banyak atau terpinggirkan oleh kelompok eksklusif dalam gereja.

Orang-orang percaya sejati mau dipakai oleh Allah dalam pelayanan. Di gereja rumah, tiap orang punya kesempatan untuk memberkati orang lain, dan tanggung-jawab dipikul bersama, sehingga tak seorangpun mengalami kelelahan, seperti yang sering dialami oleh para anggota yang berkomitmen di gereja-gereja lembaga. Paling kurang, setiap orang dapat membawa makanan untuk santap bersama, seperti disebutkan dalam Alkitab sebagai “perjamuan kasih” (Yudas 1:12). Bagi banyak gereja rumah, makan bersama mengikuti contoh Perjamuan Tuhan, yang menjadi bagian dari perjamuan Paskah. Perjamuan Tuhan bukanlah “makanan kecil suci dari Allah”, seperti sebutan dari anak kecil di gereja lembaga yang saya layani dulu. Ide makan kue kecil dan minum sedikit jus di antara orang-orang yang tak saling kenal selama beberapa detik jelas tak dikenal dalam Alkitab dan dalam gereja-gereja rumah yang Alkitabiah. Arti sakramen Komuni ditingkatkan berlipat kali ganda selama makan bersama di antara murid-murid yang saling mengasihi.

Di gereja rumah, penyembahan dilakukan secara sederhana, tulus dan sukarela, bukan seperti pertunjukan. Orang percaya sejati suka menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.



Keseimbangan Doktrin dan Ketahanan (Doctrinal Balance and Toleration)

Di forum-forum biasa dan terbuka dalam tiap pertemuan jemaat kecil, pengajaran dapat diawasi oleh orang yang mampu membaca. Saudara-saudara dalam Tuhan, yang saling kenal dan mengasihi, cenderung dengan rasa hormat memperhatikan berbagai sudut-pandang yang berbeda dengan sudut-pandang mereka; dan meskipun kelompok itu tidak mencapai konsensus, tetapi kasih, bukannya doktrin, masih mengikat mereka bersama-sama. Pengajaran apapun oleh siapapun dalam kelompok, termasuk oleh penatua/pendeta/ penilik, disesuaikan dengan penilaian orang lain dengan penuh kasih, karena Sang Guru diam di dalam diri setiap anggota (lihat 1 Yohanes 2:27). Pengecekan dan keseimbangan sesuai model Alkitab dapat membantu mencegah agar ajaran doktrin tidak keluar jalur.

Hal ini bertentangan dengan norma dalam gereja-gereja lembaga kini, di mana doktrin gereja ditetapkan sejak awal dan tidak diperdebatkan. Akibatnya, doktrin-doktrin yang buruk terus bertahan, dan doktrin dapat berubah menurut keadaan. Dengan alasan sama, satu masalah dalam khotbah tiba-tiba dapat membuat keluarnya orang-orang yang berbeda pendapat, di mana orang-orang ini membonceng untuk sementara demi mencari “orang-orang percaya yang berpikiran sama.” Mereka tahu ada ketidakberesan dalam pembicaraan dengan pendeta tentang perdebatan tentang doktrin. Meskipun sudah diyakinkan untuk mengubah sudut pandangnya, ia harus tetap menyimpannya agar tak diketahui oleh banyak orang di dalam gereja dan juga oleh orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dalam denominasinya. Tiap perbedaan doktrin dalam gereja lembaga menghasilkan pendeta yang masuk kelompok politisi pintar di dunia, yakni orator yang berbicara dengan hal-hal umum yang tak jelas dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kontroversi, sehingga setiap orang menganggap pendeta gereja lembaga itu ada di dalam tenda mereka.



Trend Masa Kini (A Modern Trend)

Yang menarik, makin banyak gereja lembaga mengembangkan strukutur kelompok kecil, yang mengakui struktur kelompok itu dalam pemuridan. Beberapa gereja bahkan berbuat lebih jauh lagi, dengan mendasarkan struktur intinya pada kelompok kecil, dan menganggap tiap kelompok sebagai aspek terpenting dalam pelayanannya. ”Pertemuan selebrasi” yang lebih besar adalah kepentingan sekunder bagi kelompok kecil (paling tidak dalam teori).

Itulah langkah-langkah ke arah yang benar, dan Allah memberkati tiap langkah itu, karena berkatNya sebanding dengan sejauh mana kita mengikuti kehendakNya. Memang, dibanding gereja-gereja lembaga, “gereja-gereja sel” lebih baik dibuatkan struktur agar memudahkan pemuridan. Gereja-gereja sel berada di antara model gereja lembaga dan model gereja rumah, dengan menggabungkan unsur-unsur dari dua jenis gereja itu.

Bagaimana membandingkan gereja lembaga masa sekarang yang memiliki kelompok sel dengan gereja rumah masa lalu dan masa kini? Ada beberapa perbedaan.

Misalnya, patut disayangkan, kelompok kecil di gereja lembaga terkadang mendukung banyak hal yang keliru dalam gereja itu, terutama ketika motif ril untuk mulai melayani kelompok kecil adalah membangun kerajaan gereja si pendeta senior. Sehingga, ia memanfaatkan orang-orang untuk tujuannya sendiri, dan kelompok kecil cocok sekali dengan rencana itu. Ketika itu terjadi, pemimpin kelompok kecil dipilih untuk dites kesetiaannya kepada gereja induk, dan pemimpin itu tak mungkin memiliki banyak bakat atau karunia roh, untuk berjaga-jaga agar Iblis tidak mengisi otak mereka dengan ide-ide yang dapat mereka buat sendiri. Kebijakan seperti ini menghambat efektivitas kelompok kecil dan, seperti di lembaga gereja lainnya, mendorong para pemimpin yang sungguh terpanggil dan beraspirasi untuk memasuki sekolah Alkitab dan seminari, dengan merendahkan karunia-karunia yang benar di dalam gereja, dan membawa orang-orang itu ke tempat di mana mereka akan diceramahi, bukannya mendapatkan disiplin saat bekerja.

Kelompok kecil di gereja lembaga seringkali berubah menjadi kelompok persekutuan. Pemuridan tidak nyata terjadi. Karena diduga orang-orang mendapat makanan rohani setiap Minggu pagi, maka kelompok kecil kadang-kadang terfokus pada hal-hal di luar Firman Tuhan, dan tidak ingin ada pengulangan hari-hari Minggu pagi.

Seringkali, kelompok kecil di gereja lembaga diatur oleh anggota staf gereja, bukannya dilahirkan oleh Roh. Kelompok kecil ini menjadi satu program tambahan di antara banyak program lain di gereja. Orang-orang digabung berdasarkan usia, status sosial, latar-belakang, minat, status pernikahan atau lokasi geografis. Kawanan kambing sering bercampur dengan kawanan domba. Semua organisasi kedagingan ini tak dapat membantu orang-orang percaya untuk belajar saling mengasihi meski ada banyak perbedaan. Ingatlah bahwa banyak jemaat mula-mula merupakan campuran orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi. Mereka biasanya berbagi makanan bersama, sesuatu yang dilarang oleh tradisi Yahudi. Betapa indahnya pengalaman belajar yang didapat dari setiap persekutuan yang mereka lakukan! Betapa indah kesempatan berjalan dalam kasih! Betapa mengagumkan penyampaian kesaksian mengenai kuasa Injil! Jadi, mengapa kita harus golongkan orang ke dalam kelompok yang homogen demi menjamin keberhasilan kelompok kecil?

Gereja lembaga yang memiliki kelompok kecil masih membuat tampilan di hari Minggu pagi, di mana penonton menyaksikan aksi para ahli. Kelompok-kelompok kecil tak pernah diizinkan bertemu ketika ada ibadah gereja yang “sebenarnya”, yang menunjukkan kepada semua orang bahwa yang terpenting sebenarnya adalah ibadah-ibadah di gereja lembaga. Krena pesan itu, banyak, mungkin sebagian besar, jemaat di hari Minggu pagi tak akan terlibat dalam kelompok kecil meskipun merasa terdorong untuk melakukannya, dengan memahaminya sebagai pilihan. Mereka sudah puas bila sudah ikut ibadah setiap minggu. Sehingga konsep kelompok kecil dapat dijadikan hal yang agak signifikan, namun tidak hampir sama fungsinya dengan ibadah gereja lembaga pada hari Minggu. Kesempatan terbaik untuk persekutuan yang ril, pemuridan dan pertumbuhan rohani yang efektif menjadi minimal. Yang terkirim adalah pesan keliru. Ibadah di gereja lembaga masih menjadi segala-galanya.



Perbedaan Lagi (More Differences)

Gereja lembaga yang punya kelompok kecil masih memiliki struktur seperti piramida perusahaan, di mana tiap orang tahu tempatnya dalam hirarki. Orang di tingkat atas dapat menyebut dirinya “pemimpin hamba”, namun mereka sering lebih mirip pimpinan eksekutif utama yang bertanggung-jawab membuat keputusan eksekutif. Makin besar sebuah gereja, makin jauh jarak pendeta dengan jemaatnya. Bila ia pendeta yang benar dan anda memintanya mengakui kebenaran di saat ia lengah, biasanya ia akan berkata bahwa ia lebih bahagia bila melayani lebih sedikit jemaat.

Juga, gereja lembaga yang punya kelompok kecil masih mendukung pemisahan antara kaum pelayan dan kaum awam. Pemimpin kelompok kecil selalu ada dalam kelas di bawah kaum professional bayaran. Pelajaran kelas Alkitab sering disampaikan atau disetujui oleh para pelayan, karena pemimpin kelompok kecil tak dapat diberi kepercayaan dengan banyak wewenang. Kelompok kecil tidak boleh mempraktekkan Perjamuan Tuhan atau melakukan pembaptisan. Tugas-tugas sakral ini diperuntukkan bagi kelas elit yang bergelar dan berijazah. Orang yang terpanggil untuk melayani sebagai tugas pekerjaan harus menjalani pendidikan sekolah Alkitab atau seminari agar memenuhi syarat pelayanan “riil” untuk bergabung dengan kelompok elit itu.

Kelompok kecil di gereja lembaga terkadang tak lebih dari ibadah di gereja kecil selama 60 sampai 90 menit, di mana orang yang punya karunia dapat memimpin penyembahan dan orang lain yang berkarunia memberi pengajaran yang benar. Hanya sedikit peluang bagi Roh untuk memakai orang lain, membagi berkat, atau membina pelayan.

Orang-orang sering tak serius berkomitmen pada kelompok kecil di gereja lembaga, dan berkunjung ke mana-mana, dan kelompok kecil terrkadang dibentuk untuk sementara, sehingga komunitasnya kurang akrab dibanding komunitas di gereja-gereja rumah.

Kelompok kecil di gereja lembaga biasanya melakukan persekutuan selama satu minggu agar kegiatan tidak menumpuk di akhir minggu dengan persekutuan lain di gereja. Sehingga, kelompok kecil pada pertengahan minggu biasanya dibatasi waktu tak lebih dari dua jam bagi mereka yang hadir, dan melarang mereka yang memiliki anak-anak usia sekolah atau mereka yang harus bepergian jauh.

Ketika gereja lembaga menggalakkan pelayanan kelompok kecil, masih ada gedung sebagai tempat untuk menghamburkan uang. Kenyataannya, bila program kelompok kecil menambahkan orang ke dalam gereja, bahkan lebih banyak uang habis untuk program pembangunan. Juga, kelompok kecil yang terorganisir di gereja lembaga sering dibantu staf yang digaji. Berarti pengeluaran dana lebih bagi program lain di gereja.

Mungkin hal yang terburuk, pendeta di gereja lembaga yang memiliki kelompok-kelompok kecil sering sangat terbatas dalam melakukan pemuridan pribadi. Mereka sangat sibuk dengan banyaknya tanggung-jawab dan hanya punya sedikit waktu untuk melakukan pemuridan orang-per-orang. Yang dapat dilakukan si pendeta adalah memuridkan pemimpin kelompok kecil, namun sering terbatas pada persekutuan sekali sebulan.

Dengan kata lain, menurut saya, gereja rumah adalah lebih Alkitabiah dan efektif dalam melakukan pemuridan dan dalam memperbanyak jumlah murid dan pemurid. Tetapi, saya sadari, pendapat saya tak akan mengubah dengan cepat tradisi gereja yang telah berusia ratusan tahun. Jadi, saya mendesak pendeta gereja lembaga untuk melakukan sesuatu untuk menggerakkan gerejanya ke model pemuridan yang lebih Alkitabiah. [6] Pendeta itu sendiri bisa saja berpikir dengan cermat untuk melakukan pemuridan bagi pemimpin masa depan atau memulai pelayanan kelompok kecil. Ia juga dapat menyelenggarakan “hari Minggu zaman gereja-mula-mula” ketika gedung gereja ditutup dan setiap orang berbagi makanan di rumah-rumah dan membuat persekutuan seperti yang dilakukan orang-orang Kristen selama tiga abad pertama.

Pendeta yang memiliki kelompok-kelompok kecil dalam gerejanya dapat membiarkan kelompok kecil itu untuk membentuk gereja rumah dan menyaksikan apa yang terjadi. Bila kelompok kecil itu sehat dan dipimpin oleh pendeta/penatua/penilik sesuai panggilan Allah, maka kelompok itu harus dapat berjalan sendiri. Mereka tidak perlu gereja induk lagi dibandingkan gereja baru yang tak berafiliasi yang masih butuh gereja induk. Mengapa tidak membebaskan mereka? [7] Uang anggota yang akan menuju ke gereja induk dapat mendukung pendeta di gereja rumah.

Apakah dukungan saya bagi gereja rumah berarti tidak ada ungkapan hal yang baik tentang gereja lembaga? Tentu tidak. Selama pemuridan untuk mereka yang menaati Kristus tetap dilakukan di gereja lembaga, maka gereja itu tetap diperlukan. Tetapi, praktek dan strukturnya kadang-kadang bisa menghambat, bukannya mendukung, tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kristus untuk kita, dan seringkali praktek dan struktur itu melumpuhkan fungsi pendeta.



Apa yang Terjadi di Persekutuan Gereja Rumah? (What Happens at a House Church Gathering?)

Tidak setiap gereja rumah perlu ditata secara sama, dan boleh juga dilakukan variasi. Setiap gereja rumah perlu merefleksikan nuansa budaya dan sosialnya —itulah sebabnya gereja rumah bisa menjadi sangat efektif dalam penginjilan, terutama di negara-negara yang tak memiliki budaya Kristen. Anggota gereja rumah tidak mengundang tetangganya untuk datang ke gedung gereja yang sangat asing bagi tetangga itu di mana dia akan mengikuti ritual yang asing baginya, sebagai hambatan utama bagi pertobatan. Sebaliknya, tetangga itu diundang makan bersama dengan teman-teman dari anggota gereja rumah.

Pada umumnya, makan bersama adalah komponen utama dalam persekutuan gereja rumah. Bagi banyak gereja rumah, makan bersama itu termasuk atau adalah Perjamuan Tuhan, dan setiap gereja rumah dapat memutuskan cara terbaiknya untuk mengungkapkan arti rohaninya. Seperti disebutkan sebelumnnya, Perjamuan Tuhan yang asli sebenarnya dimulai sebagai makan Paskah yang dikemas dengan arti rohaninya sendiri. Merayakan Perjamuan Tuhan sebagai acara makan atau bagian dari acara makan merupakan pola nyata yang dilakukan ketika orang-orang percaya mula-mula berkumpul. Kita baca tentang orang-orang Kristen mula-mula:

Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam pertemuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. … Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati. (Kisah Para Rasul 2:42, 46, tambahkan penekanan)

Orang-orang Kristen mula-mula mengambil roti, memecah-mecahkannya, dan membagi bersama, hal yang dilakukan setiap kali jamuan makan dalam budaya mereka. Apakah hal memecahkan roti selama jamuan makan memiliki arti rohani bagi orang-orang Kristen mula-mula? Alkitab tidak berkata dengan pasti. Namun, William Barclay menulis dalam bukunya The Lord’s Supper, “Tak diragukan lagi bahwa Perjamuan Tuhan dimulai sebagai makan bersama keluarga atau jamuan makan teman-teman di sebuah rumah pribadi …. Ide sepotong kecil roti dan seteguk anggur tidak terkait sama sekali dengan Perjamuan Tuhan sebagaimana kisah aslinya …. Perjamuan Tuhan aslinya adalah jamuan makan keluarga untuk teman-teman yang dilakukan di sebuah rumah.” Mengagumkan bahwa tiap sarjana Alkitab masa kini sependapat dengan Barclay, namun gereja masih mengikuti tradisinya, bukannya mengikuti perkataan Firman Tuhan!

Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk mengajar murid-murid mereka untuk menaati semua yang telah diperintahkanNya, sehingga ketika Ia memerintahkan mereka untuk makan roti dan minum anggur bersama sebagai tanda peringatan akan Dia, maka murid-murid mereka juga diajarkan dengan cara yang sama. Apakah hal itu dilakukan ketika makan bersama? Tampaknya seolah-olah hal itu terjadi ketika kita baca sebagian perkataan Paulus kepada jemaat di Korintus:

Apabila kamu berkumpul, [dan Paulus tidak berbicara tentang persekutuan di gedung gereja, karena tak ada satupun persekutuan] kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. (1 Korintus 11:20-21, tambahkan penekanan).

Bagaimana bisa kata-kata itu bisa diterima bila Paulus berbicara tentang Perjamuan Tuhan seperti praktek di gereja-gereja kini? Pernahkah anda mendengar masalah seseorang dalam ibadah gereja kini yang mengambil makanannya pertama, dan seorang lain lapar, selagi yang lainnya mabuk dalam hubungan dengan Perjamuan Tuhan? Perkataan itu hanya masuk akal bila Perjamuan Tuhan dilakukan dalam kaitan dengan acara jamuan makan. Lalu, Paulus melanjutkan:

Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah [ingat, Paulus tidak menuliskan tentang gedung gereja, namun kumpulan orang-orang, gereja Tuhan] dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa? Apakah yang kukatakan kepada kamu? Memuji kamu? Dalam hal ini aku tidak memuji. (1 Korintus 11:22).

Bagaimana orang-orang yang tak punya apa-apa menjadi malu bila yang dilakukan bukan dalam konteks acara jamuan makan yang sebenarnya? Paulus menunjuk pada fakta bahwa sebagian jemaat di Korintus yang tiba paling awal di persekutuan itu memakan bagian mereka tanpa menunggu orang lain tiba. Saat datang sebagian orang yang mungkin sangat miskin sehingga mereka tidak membawa makanan untuk dimakan bersama, mereka tidak hanya dibiarkan lapar, tetapi juga malu karena jelas mereka tak membawa apa-apa.

Segera setelah itu, Paulus menulis lebih banyak tentang Perjamuan Tuhan, yakni sakramen yang “telah ia terima dari Tuhan” (1 Korintus 11:23), dan ia menceritakan kembali kejadian pada Perjamuan Tuhan pertama (lihat 1 Korintus 11:24-25). Ia lalu memperingatkan jemaat Korintus tentang sikap yang tak layak untuk mengikuti Perjamuan Tuhan, dengan menyatakan bahwa bila mereka tidak menguji diri mereka sendiri, mereka sebenarnya dapat makan dan minum, namun mendatangkan hukuman atas mereka sendiri dalam bentuk kelemahan, penyakit dan bahkan kematian (lihat 1 Korintus 11:26-32).

Ia lalu menyimpulkan,

Karena itu, saudara-saudaraku, jika kamu berkumpul untuk makan, nantikanlah olehmu seorang akan yang lain. Kalau ada orang yang lapar, baiklah ia makan dahulu di rumahnya, supaya jangan kamu berkumpul untuk dihukum. (1 Korintus 11:33-34).

Sesuai konteks, kesalahan pada Perjamuan Tuhan adalah demi pertimbangan orang-orang percaya lain. Paulus mengingatkan lagi bahwa mereka yang makan di perjamuan pertama yang dianggap sebagai makan bersama dan berbagi, dapat menghadapi resiko hukuman (atau pendisiplinan) oleh Allah. Solusinya sederhana. Bila seseorang sangat lapar sehingga tak dapat menunggu orang lain, ia harus makan sesuatu sebelum datang ke persekutuan itu. Dan mereka yang tiba paling awal harus menunggu mereka yang tiba kemudian untuk ikut jamuan makan bersama, suatu jamuan yang tampaknya bagian dari atau yang adalah Perjamuan Tuhan itu sendiri.

Ketika memperhatikan seluruh perikop, Paulus jelas berkata bahwa bila Perjamuan Tuhan dilakukan, maka harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan Tuhan, sehingga dapat menunjukkan saling kasih dan peduli.

Dalam hal apapun, jemaat mula-mula mempraktekkan Perjamuan Tuhan sebagai bagian dari makan bersama di rumah tanpa kehadiran pendeta. Mengapa tidak kita praktekkan?



Roti dan Anggur (Bread and Wine)

Hakekat unsur-unsur Perjamuan Tuhan bukanlah hal terpenting. Bila kita berupaya meniru Perjamuan Tuhan yang asli, kita harus tahu bahan-bahan pembuatan roti dan jenis anggur sebagai asal pembuatan anggur asli. (sejumlah Pelopor gereja selama beberapa abad awal dengan tegas memberikan resep bahwa anggur harus dilarutkan dengan air, jika tidak maka Ekaristi dilakukan dengan tidak benar).

Roti dan anggur adalah sebagian dari unsur-unsur yang paling lazim ada pada jamuan makan orang Yahudi zaman dulu. Yesus memberi arti mendalam pada dua benda yang sangat lazim ada, yakni makanan yang orang konsumsi setiap hari. Seandainya dalam sejarah, Ia pergi ke lain budaya di lain waktu, Perjamuan Tuhan pertama mungkin terdiri dari keju dan susu kambing, atau kue beras dan jus nanas. Sehingga, makanan dan minuman apa saja dapat menggambarkan tubuh dan darahNya sewaktu jamuan bersama. Yang penting adalah arti rohaninya. Janganlah abaikan roh Hukum Taurat ketika kita berhasil menyembunyikan artinya yang sebenarnya!

Tidak masalah bila jamuan bersama sangat tidak menarik. Orang-orang Kristen mula-mula, seperti kita baca, ”memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, (Kisah Para Rasul 2:46, tambahkan penekanan). Tetapi, tentu sikap serius harus dilakukan selama jamuan makan ketika kita mengingat pengorbanan Yesus dan melaksanakan perjamuan itu. Sebelum makan dalam Perjamuan Tuhan, kita harus menguji diri seperti dikatakan oleh Paulus yang mengingatkan jemaat di Korintus dalam 1 Korintus 11:17-34. Setiap pelanggaran perintah Kristus untuk saling mengasihi menjadi tanda perlunya disiplin dari Allah. Setiap dan semua permusuhan dan pertengkaran harus diselesaikan sebelum melakukan perjamuan. Setiap orang percaya harus menguji dirinya dan mengaku apapun dosanya, yang sama dengan “menilai dirimu sendiri”, sesuai perkataan Paulus.



Roh Termanifestasi Melalui Tubuh (The Spirit Manifested Through the Body)

Jamuan bersama bisa saja terjadi sebelum atau setelah persekutuan di mana bersama-sama orang-orang melakukan penyembahan, pengajaran dan karunia-karunia roh. Setiap gereja rumah dapat menentukan formatnya, dan format bisa bervariasi dari satu persekutuan ke persekutuan lainnya di gereja rumah yang sama.

Sangat jelas dari Alkitab bahwa persekutuan di jemaat mula-mula sangat berbeda dengan kebaktian di gereja lembaga kini. Khususnya, 1 Korintus 11-14 memberi banyak pandangan tentang kejadian ketika orang-orang Kristen mula-mula berkumpul; tak ada alasan untuk berpikir bahwa format yang sama tak dapat dan tidak akan diikuti di masa sekarang. Juga, kejadian pada pertemuan jemaat mula-mula yang digambarkan oleh Paulus jelas hanya mungkin terjadi dalam kelompok kecil. Dari segi logistik, penggambaran oleh Paulus itu bisa saja tidak terjadi dalam pertemuan besar.

Sayalah orang pertama yang mengaku tak mengerti semua tulisan Paulus dalam empat pasal 1 Korintus. Tetapi, tampak jelas bahwa karakterisitik yang paling menonjol dalam persekutuan-persekutuan yang digambarkan dalam 1 Korintus 11-14 adalah kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah tubuh Kristus dan manifestasiNya melalui anggota-anggota tubuh Kristus. Ia memberi karunia kepada orang-orang untuk mengajar seluruh tubuh Kristus.

Paulus menyebutkan sedikitnya sembilan karunia roh, yakni bernubuat, berkata-kata dengan bahasa roh, menafsirkan bahasa roh, berkata-kata dengan pengetahuan, berkata-kata dengan hikmat, membedakan macam-macam roh, karunia untuk menyembuhkan, iman, dan melakukan mujizat. Ia tidak menyatakan bahwa semua karunia ini termanifestasi di setiap pertemuan, namun sudah tentu bermakna kemungkinan wujud pekerjaan roh dan menyimpulkan sebagian manifestasi Roh yang lebih lazim terjadi, dalam 1 Korintus 14:26:

Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.

Perhatikanlah kelima manifestasi ini, dan pada bab berikut, perhatikan dengan lebih menyeluruh sembilan karunia Roh dalam 1 Korintus 12:8-10.

Dalam sembilan karunia itu, yang pertama adalah mazmur. Mazmur pemberian Roh itu disebutkan oleh Paulus dalam dua suratnya yang lain kepada jemaat-jemaat, yang menegaskan tempat mazmur dalam persekutuan orang Kristen.

Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. (Efesus 5:18-19).

Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu. (Kolose 3:16).

Tak jelas perbedaan antara mazmur, himne dan lagu rohani, namun yang terutama adalah semuanya berdasarkan perkataan Kristus, diilhami oleh Roh, dan harus dinyanyikan oleh orang-orang percaya untuk saling mengajar dan menegur. Tentu saja, banyak himne dan lagu paduan suara, yang dinyanyikan oleh orang-orang percaya sepanjang sejarah gereja, berada pada salah satu kategori di atas. Sayangnya, karena tak ada dukungan Alkitabiah, terlalu banyak himne dan lagu paduan suara sekarang ini tidak diilhami oleh Roh dan, karena kedangkalannya, tak memiliki nilai nyata untuk mengajar dan menegur orang-orang percaya. Tetapi, orang-orang percaya yang bersekutu di gereja-gereja rumah berharap agar Roh dapat mengilhami tiap anggota untuk memandu lagu-lagu Kristen lama dan baru yang sudah terkenal, dan juga dapat memberikan lagu-lagu khusus kepada beberapa anggota yang dapat digunakan untuk mengajar banyak orang. Memang, betapa uniknya setiap gereja memiliki kidung-kidung pemberian Roh Kudus!



Pengajaran (Teaching)

Karunia kedua dalam daftar Paulus adalah pengajaran. Ini menunjukkan bahwa, dalam satu persekutuan, siapapun bisa saja mengajar dengan ilham oleh Roh. Sudah tentu, setiap pengajaran akan dinilai untuk melihat apakah sesuai ajaran rasul-rasul (karena tiap orang berdedikasi untuk itu: lihat Kisah Para Rasul 2:42) dan kita harus lakukan hal yang sama kini. Namun perlu dicatat bahwa tak ada indikasi dalam Perjanjian Baru bahwa orang yang sama menyampaikan khotbah setiap minggu ketika gereja lokal melakukan pertemuan, dengan mendominasi pertemuan itu.

Di Yerusalem ada pertemuan besar di Bait Allah tempat para rasul mengajar. Kita tahu penatua diberi juga tanggung-jawab mengajar di gereja, dan beberapa orang terpanggil untuk mengajar. Paulus mengajar di depan banyak orang dan dari rumah ke rumah (lihat Kisah Para Rasul 20:20). Tetapi, dalam persekutuan kecil orang-orang percaya, Roh Kudus dapat memakai orang lain untuk mengajar, selain rasul, penatua atau guru.

Dalam hal pengajaran, tampaknya kita mendapat manfaat dari jemaat mula-mula karena kita dapat membawa salinan-salinan pribadi Alkitab ke pertemuan kita. Sebaliknya, bisa jadi cara mudah untuk mendapatkan Alkitab membuat kita lebih mengutamakan doktrin di atas hal mengasihi Allah dengan seluruh hati kita dan mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri sendiri, dengan menganggap rendah kehidupan kita yang hendak diisi dengan Firman Tuhan. Sampai mati, kita dicekoki dengan doktrin. Banyak pelajaran Alkitab di kelompok kecil tidak relevan dan membosankan, sama halnya dengan khotbah Minggu pagi. Aturan terkait dengan pengajaran di gereja rumah adalah: Bila anak yang lebih tua tak menyembunyikan kebosanannya, maka orang-tua mungkin menyimpan kebosanannya. Anak adalah barometer kebenaran.



Pewahyuan (Revelation)

Ketiga, Paulus menyebutkan “pewahyuan.” Berarti apapun ungkapan Allah kepada sebagian anggota tubuh Kristus. Misalnya, Paulus secara khusus menyebutkan bagaimana orang yang tak percaya menghadiri persekutuan Kristen dan meminta “rahasia-rahasia hati…diungkapkan” melalui karunia nubuatan. Hasilnya, ia “dipersalahkan” dan “diminta untuk menanggung” dan “akan bersujud dan menyembah Allah, dengan menyatakan bahwa Allah tentu ada di tengah-tengah kalian” (1 Korintus 14:24-25).

Sekali lagi kita melihat bahwa kehadiran Roh Kudus yang nyata adalah tanda yang diharapkan dari pertemuan jemaat, dan bahwa hal-hal yang adikodrati akan terjadi oleh karena hadiratNya. Orang-orang Kristen mula-mula benar-benar percaya kepada janji Yesus, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Matius 18:20). Bila Yesus Sendiri ada di tengah-tengah mereka, mujizat akan terjadi. Mereka terang-terangan “menyembah oleh Roh Allah ” (Filipi 3:3).

Bagaimanapun juga, yang akan saya bahas dengan singkat, nubuatan bisa berisi pewahyuan tentang hati setiap orang. Namun, pewahyuan dapat diberikan tentang hal lain dan dengan cara lain, seperti melalui mimpi atau penglihatan (lihat Kisah Para Rasul 2:17).



Bahasa Lidah dan Penafsiran (Tongues and Interpretation)

Keempat, Paulus menyebutkan dua karunia yang bekerja sama, yakni karunia berbahasa lidah dan karunia mengartikan bahasa lidah. Di Korintus, ada banyak karunia berbahasa lidah dan penyalahgunaannya. Yakni, orang-orang yang berbahasa lidah selama pertemuan jemaat dan tidak ada yang mengartikan perkataan bahasa lidah. Kita mungkin heran bagaimana jemaat Korintus bisa disalahkan, karena tampaknya seperti kesalahan Roh Kudus karena memberikan karunia bahasa lidah kepada orang-orang tanpa memberikan karunia mengartikan. Jawaban yang memuaskan terhadap pertanyaan itu akan saya ungkap pada bab berikut. Bagaimanapun, Paulus tidak melarang berbahasa lidah (seperti yang dilakukan oleh banyak gereja lembaga). Sebaliknya, ia melarang tindakan pelarangan berbahasa lidah, dan menyatakan bahwa inilah perintah Tuhan (lihat 1 Korintus 14:37-39)! [8] Inilah karunia yang, bila dipakai dengan tepat, dapat mengajar tubuh Kristus dan mempertegas kehadiran Allah secara adikodrati di tengah-tengah mereka. Allahlah yang berbicara melalui orang, dengan mengingatkannya akan kebenaranNya dan kehendakNya.

Paulus menegaskan dalam pasal 14 untuk kedudukan nubuatan yang ada di atas kedudukan penggunaan bahasa lidah yang tak diartikan. Ia sangat mendorong jemaat Korintus untuk berusaha bernubuat, dan ini menunjukkan bahwa karunia-karunia Roh lebih termanifestasi di antara mereka yang menginginkan karunia-karunia itu. Demikian juga, Paulus mengingatkan jemaat di Tesalonika, “Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat.” (1 Tesalonika 5:19). Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang percaya dapat “memadamkan” atau “mematikan api” Roh dengan bersikap keliru terhadap karunia bernubuat. Itu sebabnya, sekarang karunia nubuatan sangat jarang dimanifestasikan bagi banyak orang percaya.



Cara Memulai (How to Start)

Gereja-gereja rumah dilahirkan oleh Roh Kudus melalui pelayanan perintis gereja-rumah atau penatua/pendeta/penilik yang diberikan visi oleh Tuhan untuk membuka gereja rumah. Ingatlah, penatua/pendeta/penilik yang Alkitabiah bisa saja orang dewasa awam menurut anggapan gereja lembaga. Tak ada perintis gereja rumah yang memerlukan pendidikan formal untuk pelayanan.

Ketika Roh memberikan visi bagi sebuah gereja rumah kepada pendirinya, ia perlu mencari Tuhan terkait dengan orang lain yang mungkin bergabung dengannya. Tuhan akan memimpinya dalam hubungan dengan orang-orang yang bervisi sama, sehingga pimpinan itu nyata. Atau ia dapat dibimbing pada orang-orang yang tak percaya yang mau menerima yang dapat dibawanya kepada Kristus, lalu melakukan pemuridan di gereja rumah.

Orang yang memulai gereja rumah harus mengantisipasi banyaknya waktu yang dipakai untuk merasa saling dekat, belajar berhubungan dan mengalir dengan Roh. Ke depan akan banyak waktu tersita untuk menyelesaikan masalah. Hal-hal yang sangat aneh bagi mereka yang biasa beribadah di gereja lembaga adalah konsep keterlibatan dari tiap anggota, kepemimpinan hamba yang Alkitabiah, memperlengkapi penatua, pimpinan dan karunia-karunia Roh Kudus, jamuan makan bersama, dan suasana santai namun rohani. Jadi, penerapan kasih karunia dan kesabaran adalah tindakan bijaksana karena lahirnya gereja rumah yang baru. Format awal bisa berupa pelajaran Alkitab di rumah, dengan seorang pemimpin penyembahan, orang lainnya memberi pelajaran yang sudah disiapkan, lalu ditutup dengan doa bersama, persekutuan dan jamuan makan. Tetapi, karena kelompok itu mempelajari format yang Alkitabiah untuk gereja rumah, maka penatua/pendeta/penilik harus menyemangati para anggotanya yang menginginkan hal terbaik dari Allah. Jadi, nikmatilah prosesnya!

Persekutuan gereja rumah dapat dilakukan tiap minggu dan bergiliran dari satu rumah ke rumah lain milik anggota, atau seorang dapat membuka rumahnya tiap minggu. Beberapa gereja rumah terkadang pindah ke ruangan terbuka yang indah ketika cuaca cerah. Waktu persekutuan tidak harus Minggu pagi, tetapi kapan saja yang terbaik untuk para anggotanya. Sebaiknya mulailah dengan jumlah kecil, tak lebih dari duabelas orang.



Cara Beralih dari Gereja Lembaga ke Gereja Rumah (How to Transition from Institution to House Church)

Besar kemungkinan, banyak pendeta yang membaca buku ini tengah bekerja dalam struktur gereja-gereja lembaga, dan mungkin anda salah satu dari mereka. Bila saya menyentuh perasaan dalam diri anda yang menginginkan jenis gereja yang sedang saya gambarkan, maka anda heran bagaimana dapat melakukan peralihan. Saya mengajak anda untuk memanfaatkan waktu. Mulailah ajarkan kebenaran Alkitabiah dan lakukan apapun semampu anda dalam kerangka struktur anda sekarang untuk memuridkan mereka yang menaati semua perintah Yesus. Murid sejati jauh lebih mungkin melakukan transisi kepada struktur gereja yang Alkitabiah sesuai pemahamannya. Orang yang tergolong kambing dan orang religius sangat mungkin melawan transisi demikian.

Kedua, pelajari perkataan Alkitab tentang hal pokok dan ajari jemaat anda tentang struktur gereja rumah dan berkat-berkat yang mengikuti. Akhirnya anda dapat batalkan ibadah tengah-minggu atau ibadah Minggu pagi untuk memulai persekutuan sel mingguan di rumah-rumah yang diawasi oleh orang-orang percaya dewasa. Ajak setiap orang untuk hadir. Terus buat pola persekutuan agar sedekat mungkin mengikuti format model gereja rumah menurut Alkitab. Lalu berikan waktu untuk orang mulai sepenuhnya menikmati berkat-berkat di kelompok kecil mereka.

Ketika orang menikmati persekutuan di rumah, anda dapat mengumumkan bahwa pada suatu hari Minggu bulan berikut akan ada “Hari Minggu Jemaat Mula-Mula.” Pada hari Minggu itu, gedung gereja akan ditutup dan setiap orang mengunjungi rumah-rumah seperti yang dilakukan oleh jemaat mula-mula, sambil menikmati jamuan makan bersama, Perjamuan Tuhan, persekutuan, doa, penyembahan, mengajar bergantian dan karunia-karunia roh. Bila berhasil, adakan persekutuan satu hari Minggu setiap bulan, lalu akhirnya dua hari Minggu, dan kemudian tiga hari Minggu. Akhirnya, anda dapat membebaskan tiap kelompok menjadi gereja rumah yang independen, bebas bertumbuh dan berkembang, dan mungkin datang bersama ke pertemuan besar sekali tiap beberapa bulan.

Proses transisi yang saya gambarkan ini bisa berlangsung satu sampai dua tahun.

Atau, bila anda ingin maju terus dengan lebih hati-hati, anda dapat memulai satu persekutuan rumah bersama beberapa anggota yang paling berminat yang anda pimpin sendiri. (Lagi-lagi, gereja rumah tidak harus bertemu hari Minggu pagi). Ini bisa dijadikan eksperimen dan tentu menjadi pengalaman belajar bagi semua anggota.

Bila berhasil, tunjuklah seorang penilik dan biarkan kelompok itu menjadi gereja independen yang hanya akan bergabung pada ibadah hari Minggu di gereja lembaga sekali sebulan. Sehingga gereja yang baru masih menjadi bagian dari gereja induk, dan tidak dipandang negatif oleh mereka yang masih ada dalam sidang gereja lembaga. Hal itu juga dapat membantu mempengaruhi orang lain di dalam gereja untuk berpikir-pikir untuk menjadi bagian dari gereja rumah lainnya yang sedang dirintis oleh gereja lembaga.

Jika kelompok pertama bertumbuh, sambil berdoa, bagilah kelompok itu menjadi dua sehingga keduanya mendapat pimpinan yang baik dan anggota-anggotanya mendapat karunia. Kedua kelompok bisa bertemu dalam perayaan besar pada kesempatan yang disepakati, mungkin sekali sebulan atau sekali tiap tiga bulan.

Tak peduli arah yang anda tempuh, tetapkan pandangan anda ke tujuan, bahkan melalui berbagai kekecewaan. Gereja-gereja rumah terdiri dari orang-orang, dan mereka sering buat masalah. Jangan menyerah.

Tidaklah mungkin tiap orang di dalam gereja lembaga akan melakukan transisi itu, sehingga anda harus putuskan pada titik mana anda akan mulai mengabdikan diri seluruhnya kepada sebuah gereja rumah atau kelompok gereja-gereja rumah, dengan meninggalkan gereja lembaga. Hari itu akan menjadi berarti bagi anda!



Gereja yang Ideal (The Ideal Church)

Dapatkah pendeta gereja rumah lebih sukses di mata Allah dibandingkan pendeta gereja besar yang memiliki gedung besar dan ribuan jemaat yang hadir setiap hari Minggu? Ya, bila ia melipatgandakan jumlah murid dan pemurid yang taat, dengan mengikuti teladan Yesus, berbeda dengan tindakan mengumpulkan kambing-kambing rohani sekali seminggu untuk menonton konser dan mendengarkan pidato yang menghibur, yang didukung dengan ayat-ayat Alkitab yang di luar konteks.

Pendeta yang bertekad mengikuti model gereja rumah takkan pernah punya banyak jemaat. Namun, akhirnya, ia akan berbuah banyak, karena murid-muridnya melakukan pemuridan. Banyak pendeta di jemaat-jemaat “kecil” yang beranggotakan 40 atau 50 orang yang tetap bertahan mungkin perlu berpikir kembali. Ukuran gereja-gereja mereka bisa saja terlalu besar. Mungkin mereka harus berhenti berdoa untuk mendapatkan gedung yang lebih besar dan mulai berdoa siapa yang akan ditunjuk memimpin dua gereja rumah baru. (Bila itu terjadi, jangan buat nama denominasi baru dan jangan sebut diri anda “uskup”!)

Kita perlu hilangkan pemikiran bahwa makin besar gereja makin baik. Bila kita hendak membuat penilaian berdasarkan Alkitab, maka agak aneh bila ada kelompok jemaat yang terdiri dari ratusan orang yang tidak dimuridkan dan mereka bersekutu di gedung khusus. Bila rasul-rasul zaman dulu mengunjungi gereja-gereja lembaga masa kini, mereka akan garuk-garuk kepala!



Keberatan Akhir (A Final Objection)

Di dunia Barat, sering dikatakan bahwa Kekristenan sudah membudaya sehingga orang takkan pernah menerima ide persekutuan gereja rumah. Sehingga, ada perdebatan apakah kita harus tetap dengan model gereja lembaga.

Pertama, hal itu ternyata tidak benar, karena gerakan gereja rumah sedang mengalami momentum yang cepat di dunia Barat.

Kedua, orang-orang senang melakukan persekutuan di rumah-rumah untuk melakukan pesta, jamuan makan, persekutuan, pelajaran Alkitab dan kelompok-kelompok sel. Langkah untuk menerima ide gereja rumah hanya perlu sedikit penyesuaian pemikiran.

Ketiga, memang benar bahwa orang-orang religius, “kambing-kambing rohani”, takkan pernah menerima konsep gereja rumah. Mereka takkan pernah berbuat apapun yang berpotensi membuat mereka tampak aneh bagi sesamanya. Namun, murid-murid sejati Yesus Kristus tentu menerima konsep gereja rumah ketika mereka mengerti dasar Alkitabiah. Mereka cepat menyadari betapa gedung-gedung gereja yang tak diperlukan akan dipakai untuk pemuridan. Bila anda hendak membangun gereja besar dengan “kayu, rumput kering atau jerami” (lihat 1 Korintus 3:12), anda perlu gedung, namun gedung itu akhirnya akan terbakar. Tetapi bila anda ingin melipatgandakan murid-murid dan pemurid, dengan membangun jemaat Yesus Kristus dengan “emas, perak dan batu permata”, maka anda tak perlu menghamburkan uang dan tenaga untuk membangun gedung.

Adalah menarik bahwa gerakan penginjilan terbesar kepada penduduk asli di dunia sekarang, gerakan “kembali ke Yerusalem” dari gereja-gereja rumah di China, telah mengadopsi sebuah strategi khusus untuk menginjili jendela 10/40. Kata mereka, “Kami tak ingin membangun gedung gereja di manapun! Hal ini memungkinkan penyebaran Injil dengan cepat, lebih sulit bagi pihak penguasa untuk mendeteksi, dan memungkinkan kita untuk menyalurkan semua sumber secara langung ke pelayanan Injil.” [9] Teladan yang bijak dan Alkitabiah yang harus diikuti!

[1] Lihat buku “Jesus on Money” dengan topik Biblical Topics pada situs www.shepherdserve.org.

[2] Walaupun tampak radikal, alasan nyata perlunya gedung gereja adalah kurangnya pemimpin yang akan mengawasi gereja rumah yang kecil, yang adalah hasil pemuridan yang buruk bagi calon pemimpin di gereja lembaga. Apakah pendeta gereja lembaga merasa bersalah karena telah merendahkan pendeta yang dipanggil Allah dalam jemaatnya terhadap pelayanan mereka yang benar? Jawabannya, ya.

[3] Perbandingan satu-sepuluh atau satu-duapuluh tidaklah berlebihan bagi pelayanan dilihat dari model pemuridan Yesus dalam Alkitab bagi duabelas orang dan pemimpin yang diangkat bagi sepuluh orang (lihat Keluaran 18:25). Sebagian besar pendeta di gereja lembaga mengawasi lebih banyak orang dibandingkan yang mereka sendiri dapat muridkan secara efektif.

[4] Kita mungkin juga bertanya mengapa tidak ada “pendeta senior”, “pendeta rekanan” atau “asisten pendeta” yang disebutkan dalam Alkitab. Gelar-gelar ini sangat penting dalam gereja sekarang oleh karena strukturnya tidak diperlukan dalam jemaat mula-mula oleh karena strukturnya. Gereja-gereja rumah yang terdiri dari duapuluh orang tidak memerlukan pendeta senior, pendeta rekanan, dan asisten pendeta.

[5] Banyak pendeta tak pernah menjadi pengkhotbah yang baik, meskipun mereka dipanggil oleh Allah, sebagai hamba-hamba Kristus yang peduli. Kenyataannya, tidaklah baik bila dikatakan banyak khotbah para pendeta yang jadi membosankan, atau kadang-kadang agak membosankan? Sebutan seorang pengritik gereja sebagai “tatapan seribu-yard” adalah hal lazim di antara para jemaat yang duduk di bangku gereja. Tetapi, para pendeta yang adalah orator yang membosankan seringkali menjadi orang yang sangat hebat dalam percakapan, dan orang jarang menjadi bosan selagi mereka terlibat dalam percakapan. Itulah sebabnya pengajaran interaktif di gereja-gereja rumah biasanya selalu menarik. Waktu berlalu begitu saja, berbeda dengan keadaan di mana jemaat sering melirik arloji selama khotbah di gereja. Para pendeta gereja rumah tak perlu kuatir tentang kebosanan.

[6] Salah satu definisi favorit saya mengenai kata tergila-gila adalah: Melakukan hal yang sama berkali-kali dan mengharapkan hasil-hasil yang berbeda. Para pendeta dapat mengajar selama bertahun-tahun tentang tanggung-jawab setiap anggota jemaat yang akan terlibatk dalam pemuridan, namun jika mereka tidak melakukan sesuatu untuk merubah format atau struktur, orang-orang akan tetap datang ke gereja untuk duduk, dengar dan pulang ke rumah. Hai pendeta, bila anda terus melakukan hal yang telah mengubah orang di masa lalu, hal itu tak akan merubah orang di masa depan. Ubahalah apa yang sedang engkau lakukan!

[7] Sudah tentu, banyak pendeta tidak setuju dengan ide itu karena mereka sebenarnya membangun kerajaannya sendiri, bukan Kerajaan Allah.

[8] Sudah tentu, saya sadari ada orang-orang yang mengalihkan semua manifestasi Roh secara adikodrati ke abad pertama, di saat mereka seharusnya berhenti melakukannya. Maka, kita tak punya alasan untuk mengetahui apa yang dialami oleh jemaat mula-mula, dan berbahasa lidah tidak lagi berlaku. Saya sedikit bersimpati kepada orang-orang tersebut yang seperti orang-orang Saduki di zaman kini. Seperti seseorang yang memuji Tuhan dalam bahasa Jepang pada beberapa kesempatan menurut penutur bahasa Jepang yang mendengarkan saya, dan yang belum pernah belajar bahasa Jepang, saya tahu karunia-karunia ini belum berhenti untuk diberikan oleh Roh Kudus. Saya juga heran mengapa orang-orang Saduki ini mempertahankan panggilan Roh Kudus, mencari-cari kesalahan dan mengajak orang berdosa untuk hidup baru, namun menyangkal karya Roh Kudus di luar mujizat-mujizat. “Teologi” semacam ini adalah produk ketidakpercayaan dan ketidaktaatan manusia, tak punya dukungan Alkitabiah, dan sebenarnya menentang tujuan Kristus. Itulah ketidaktaatan langsung kepada Kristus menurut tulisan Paulus dalam 1 Korintus 14:37.

[9] Brother Yun, Back to Yerusalem, p. 58.
Baca Selengkapnya#4: Gereja Rumah (The House Churches)

Tuesday, December 10, 2013

Ada apa dengan 25 Desember? Tolak atau terima??

Perayaan Natal pada dewasa ini adalah merupakan Hari Raya Gereja untuk memperingati "Hari Kelahiran Yesus". Kini pengaruh Perayaan Natal sudah sedemikian meluas dan merata di hampir seluruh lapisan masyarakat di semua negara, sehingga bukan hanya umat Kristiani saja yang merayakannya tetapi juga masyarakat agama lainpun yang tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan dan JuruSelamat telah turut pula merayakannya.

Penyelidikan sejarah menunjukkan, bahwa apa yang sekarang di kenal sebagai "Masa Raya Natal" sama sekali tidak ada dan tidak dikenal sejak turunnya Rohulkudus di Yerusalem, (Kisah Para Rasul 2:1-4) sampai zaman Ireneus dan Tartulianus (+_ 200 tahun sesudah Kristus). Sumber-sumber Alkitab Perjanjian Baru menunjukkan pula peristiwa menyangkut kelahiran Yesus yang jika diteliti dengan baik, maka jelas menghapus kemungkinan tanggal kelahiran Yesus itu jatuh pada tanggal 25 Desember. Misalnya Injil Lukas 2:8-12, tidak mungkin Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, sebab pada tanggal ini Palestina berada pada "puncak musim dingin" yang sering di barengi dengan turunnya hujan. Pada musim ini tidak ada kemungkinan bagi Gembala-gembala untuk menjaga ternaknya pada waktu malam di padang Efrata. Masa yang lebih tepat adalah di musim panas yang jatuh pada sekitar bulan Juni-September.

Catatan -catatan Sejarah menunjukkan bahwa tokoh-tokoh Gereja pada abad-abad permulaan, tidak menaruh perhatian khusus terhadap perayaan Natal ini. Kelihatannya berbeda dengan Bapak-bapak Gereja dewasa ini yang begitu mengagungkan perayaan Natal. Patut kita ketahui bersama sebagai Umat Kristen bahwa cara-cara Perayaan seperti yang dikenal dewasa ini mengingatkan kita pada tata-cara adat-istiadat kuno yang berlaku ditengah masyarakat yang hidup pada abad-abad permulaan bahkan jauh sebelumnya, misalnya seperti berikut ini : Penggunaan "lilin" mengingatkan kita pada "Pesta Penyucian" di kalangan Umat Yahudi. Penggunaan "pohon" dengan "hiasan" lilin diambil dari "adat penyembahan" Jerman Kuno (Old Teutonic nature worship). Pemberian-pemberian "hadiah Natal" diambil dari adat-istiadat Romawi. Bahkan kini dikalangan gereja setan (satanisme) yang semakin merajalela di Dunia Barat juga menggunakan lilin dalam upacara-upacara ritual mereka. Hati-hatilah supaya jangan ada diantara kita yang tanpa disadari telah tertawan oleh ajaran turun-temurun yang salah; sebagaimana nasehat Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose. (Kolose 2:6-15)

Perayaan "25 Desember" Setiap tahun bangsa-bangsa di muka bumi bersukaria menyambut kedatangan NATAL 25 Desember, seolah-olah Yesus sendiri datang sebagai bayi, setelah setahun penuh tidak ada di tangah-tengah umat manusia. Dalam penanggalan Julian ada dicantumkan tanggal 25 Desember sebagai "The Wintersolstice" (titik terjauh matahari dari katulistiwa) sehingga hari ini adalah hari yang sangat dihormati. Pada titik terjauh dari katulistiwa ini, matahari akan bersinar lebih panjang dan kekuatannya menaik dalam titik balik. Hari "25 Desember" ini adalah hari perobahan musim dingin menuju ke musim panas yang menyenangkan. Masyarakat yang hidup di Negeri-negeri timur Purba (dengan nilai kebudayaan yang agak tinggi) kenal dengan baik apa yang dimaksud dengan "Pesta 25 Desember". Mengapa? Sebab bangsa-bangsa Parsia, Asyira, Babilonia dan negeri-negeri Timur lainnya mengenal tanggal "25 Desember" itu sebagai hari Pemujaan terhadap Dewa mereka yang baik hati, yang merubah musim dingin kemusim panas. Pesta Pemujaan "25 Desember" ini sangat berpengaruh dikalangan masyarakat dunia Timur dan masing-masing merayakannya dengan nama-nama Dewa mereka yang berbeda misalnya: Mithras untuk orang-orang Parsia/Aryan. Adonis untuk orang-orang Phunisia. Bel dan Tammuz untuk orang-orang Babilonia (cepat meluas ke dunia barat). Pemuja-pemuja Dewa bangsa Romawi memegang kebaktian-kebaktian Penyembahan Dewa dimana Dewa Jupiter menjadi Dewa Utamanya, tetapi menjelang kurang lebih 273 (TM), Jupiter diganti dengan "Ilah Utama" Pemujaan Dewa Romawi yang dianggap sebagai "The Supreme God" yakni Dewa "Bel" menjadi "Ilah Kepala" dengan nama "Sol in Victus"(The Unconquareble Sun) dan sekaligus merubah perayaan dari bulan September ke "25 Desember".

"Mythos" Penyembahan Dewa Matahari ini adalah sebagai berikut: Orang-orang kafir beranggapan bahwa pada hari "25 Desember" itu; Matahari dilahirkan kembali (titik balik).Yang melahirkannya adalah seorang Perawan Suci atau Ratu Sorga. Ratu Sorga itu merupakan pembawa terang, pembebas dan lain-lain. Sungguh mengagetkan bahwa masyarakat Dunia Timur itu memuja seorang "Bunda Suci" dan "Anak" dimana anak ini dikenal sebagai "Dewa Matahari" yang diinkarnasikan atau dijelmakan. Fransz Coumont dalam hal ini, juga mencatat mengenai Aurelius yang menciptakan kebaktian baru “The Invicible Sun” selaku pengganti Pesta September dalam menghormati Jupiter yang outmode itu, penduduk Romawi menetapkan tanggal “25 Desember” sebagai Pesta menghormati Dewa Matahari yang baru yaitu Dewa “Bel”. Sekalipun penetapan Pesta 25 Desember ini sudah terjadi ratusan tahun sebelum kelahiran Yesus sebagai manusia kedalam dunia ini, namun Pesta Perayaan Penyembahan Dewa ini tidak lagi disebarluaskan di Roma dan di negeri-negeri sebelah barat lainnya.

Kurang lebih setengah Abad sejak di mulainya Pemujaan Dewa Matahari “Bel” di Roma, “Raja Constantine” masuk agama Kristen (jadi orang Kristen) dan didalam kegiatan gereja ia tergerak untuk menjebol hal-hal yang oleh gereja dianggap sebagai bentuk-bentuk Pemujaan Dewa . Perayaan 25 Desember adalah salah satu bentuk-bentuk Pemujaan Dewa yang masih berjalan terus. Tidak lama kemudian beberapa Raja dan Pimpinan Gereja coba menindakinya. Ternyata Pemujaan Dewa tetap hidup didalam Gereja, karena orang-orang yang sudah menjadi Kristen bersama-sama dengan rakyat Romawi tetap merayakan Pesta “Pemujaan Matahari”. Pada masa itu Gereja menghadapi dilema yang tak terselesaikan. Berulang-ulang Gereja memohon kepada Kaisar Constantine untuk mengeluarkan peraturan-peraturannya yang ketat dengan pengharapan bahwa perintahnya akan dapat mencegah Rakyat Romawi yang memuja Dewa supaya tidak lagi melaksanakan Pesta Pemujaan Dewa Matahari. Segera karenanya Constantine mengambil tindakan kebijaksanaan, ia menyarankan Gereja mengadakan pendekatan kepada para pemuja-pemuja dewa itu dengan membiarkan mereka tetap merayakan Pesta 25 Desember yang selama ini mereka lakukan dan jangan lagi menambah “ketegangan”.

Seorang penulis Katolik bernama Aringhus, mengakui adanya penyesuaian antara pemuja-pemuja Dewa itu dengan bentuk-bentuk Kebaktian Kristen. Pemimpin-pemimpin Kristen pada masa itu merasa perlu dalam rangka pertobatan semu untuk “menyamarkan diri” serta membiarkan adanya adanya penyelenggaraan perayaan. Bagaimana masalah itu diselesaikan, dinyatakan oleh Dr.Hooykaas dengan tepat: “..Gereja senantiasa khawatir untuk mendekati orang-orang “kafir” itu dan bertindak secara setengah jalan, yakni dengan membiarkannya tetap melaksanakan Pesta “25 Desember” yang sudah mereka lakukan itu, lalu memberi baju Kristen, atau menggabungkan dengan makna Kristen..” Hal ini dikarenakan sukarnya kemungkinan menghapus, kebiasaan-kebiasaan “kafir” itu, maka Gereja mencoba untuk mengkuduskan adat dan Pesta ini. ”Sejarah mencatat dalam hal ini Gereja ragu dan khawatir kalau-kalau penyembahan ganda ini akan mengacaukan keyakinan Kristen, sehingga Gereja mengizinkan dirayakan sebagai pesta: Perayaan kelahiran Kristus yang disesuaikan dengan tanggal penyembahan berhala (Dewa Matahari) yang jatuh pada hari yang bersamaan. Hal ini terjadi pada tahun 354 (TM), ketika untuk pertama kalinya “Gereja” merayakan “Kelahiran Yesus” atau “Hari Natal” pada tanggal “25 Desember”. Bapak-bapak Gereja pada masa itu merasa bahwa dengan jalan ini mereka akan dapat menjadikan “pemuja-pemuja dewa itu sebagai penyembah-penyembah “Yesus Kristus” sebagai ganti Dewa Matahari yang literal. Hingga sekarang inipun peristiwa “Natal” telah menjadi adat-istiadat turun-temurun dilakukan secara umum dan merata dalam hampir semua aliran atau denominasi Gereja, dan bahkan sudah menjadi tradisi Gereja.

KESIMPULAN Setelah sama-sama kita dalami sejarah dimulainya PERAYAAN NATAL dikalangan umat KRISTEN yang jatuh pada tanggal 25 Desember itu dimana catatan sejarah menunjukkan BAHWA perayaan itu telah diambil dari Penyembahan berhala Dewa Matahari dan dimasukkan kedalam Gereja dan kemudian menjadi Masa Raya Gereja yang paling semarak, maka pada kesempatan ini ada baiknya kalau kita kembali pada Kebenaran Alkitab, dengan membaca sebagian nasehat yang terdapat dalam Firman Tuhan sebagai berikut:

2 Korintus 6:16-18 “Dan apakah hubungan yang ada diantara Rumah Allah dengan berhala? Karena kita inilah Rumah Allah yang hidup , seperti Firman ALLAH: Bahwa Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup ditengah-tengah mereka dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umatKu sebab itu: keluarlah kamu dari mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, Firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan demikianlah Firman Tuhan, yang maha kuasa.

Yeremia 10:1-6 Dengarlah firman yang disampaikan TUHAN kepadamu, hai kaum Israel! Beginilah Firman TUHAN: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang di segani bangsa-bangsa adalah kesia-siaan. Bukankah berhala itu “pohon kayu” yang ditebang orang dari hutan yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu. Orang memperindahnya dengan emas dan perak; dan memperkuatnya dengan paku dan palu supaya jangan goyang, Berhala itu seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara, orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baikpun tidak dapat. Tidak ada yang seperti Engkau ya TUHAN! Engkau besar dan namaMu oleh keperkasaan”

Ephesus 4:17-18 Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu didalam Tuhan: Janganlah lagi hidup sama seperti orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada didalam mereka dank arena kedegilan hati mereka.

Markus 7-9 Percuma mereka beribadah kepadaKu sedangkan ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat-istiadat manusia. Yesus berkata pula kepada mereka: Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat-istiadatmu sendiri.

2 Korintus 5:17 Jadi siapa yang ada didalam Kristus, ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu sesungguhnya yang baru sudah datang.

vhttps://www.facebook.com/groups/kebenaransejati/permalink/318357368306401/Ephesus 5:27 Supaya dengan demikian ia menempatkan jemaat di hadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.

Yeremia 23:23-24 “Masakan Aku ini hanya Allah yang dari dekat dan bukan Allah yang dari jauh juga? Sekiranya ada seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku tidak melihat dia?” Dengan kata lain, Allah bukanlah berhala yang terbatas atau kepada suatu tempat atau keadaan. Itu adalah pengertian orang kafir. Tetapi bagi kita yang percaya kepadaNya sekarang kita diperhadapkan kada dua pilihan. Melakukan kehendakNya atau kehendak sendiri, pilihan atau keputusan ada pada kita sebab pilihan yang kita ambil hari ini menentukan langkah kita kedepan.

Sekarang kita hidup pada penghabisan jaman, dimana Gereja Tuhan sedang menuju Kesempurnaan. Yaitu Kesempurnaan yang dibangun atas ajaran Rasul-rasul dan Nabi-nabi dengan Yesus Kristus sebagai BATU PENJURUNYA (Ephesus 2:20). Berhubung Gereja dibangun atas ajaran Rasul-rasul dan Nabi-nabi baiklah kitapun mempelajari, meneladani apakah terdapat Rasul-rasul dan Nabi-nabi yang merayakan kelahiran Yesus? Alkitab tidak pernah mencatat adanya Rasul ataupun Nabi yang merayakan Kelahiran Yesus; sebab itu marilah kita tetap dalam ajaran Yesus, seperti yang dianjurkan dalam 2 Yohanes 1:7-11. KEPUTUSAN MENGHASILKAN KEKUATAN…!!!!

Tulisan di atas ini di sadur ulang dari: Traktat "Natal dan Sejarahnya" Oleh: Pdt. Markus Frederik da COSTA.
https://www.facebook.com/groups/kebenaransejati/permalink/318357368306401/
Baca SelengkapnyaAda apa dengan 25 Desember? Tolak atau terima??